Ketua Komisi VII DPR-RI yang membidangi energi dan lingkungan hidup mengajak duet Ignasius Jonan dan Arcandra Tahar di Kementerian ESDM untuk membahas revisi dua undang-undang yang sebenarnya sedang digodok di DPR-RI.
"Kit meminta proses pembahasan revisi 2 Undang-Undang (UU) di sektor ESDM bisa segera dilanjutkan," katanya, Senin (17/10).
Ia mengungkapkan hal ini setelah Presiden Jokowi melantik Menteri ESDM pada Jumat (14/10) lalu. Gus yang juga wakil ketua Fraksi Gerindra DPRI-RI menyebutkan keduanya adalah UU nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi (UU Migas) serta UU nomor 4 Tahun 2009 tentang Mineral dan Batubara (UU Minerba). Kedua UU ini, khususnya UU Minerba, harus menjadi prioritas pemerintah karena dunia usaha memerlukan kepastian hukum. Apalagi sektor migas dan minerba adalah penyumbang terbesar pendapatan negara.
"Di Prolegnas (program legislasi nasional) ada 2 UU yang harus kita bahas bersama, yaitu UU Migas dan UU Minerba. Ini 2 sektor yang kontribusinya sangat besar bagi penerimaan negara," katanya.
Dia mengingatkan, sektor minerba butuh kejelasan kebijakan dari pemerintah pasca 11 Januari 2017. Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2014 (PP 1/2014), aturan turunan dari UU Minerba, mengatur bahwa relaksasi ekspor konsentrat hanya berlaku sampai 11 Januari 2017. PP 1/2017 ini, menurutnya pun, bertentangan dengan UU Minerba, dan hanya berlaku sampai 11 Januari 2017. Sehingga harus segera disusun payung hukum baru agar tidak terjadi kevakuman.
Selain itu, Gus mendorong duet Jonan dan Arcandra untuk segera menyelesaikan revisi Plan of Development (POD) Lapangan Abadi, Blok Masela, supaya proyek ini bisa segera berjalan.
"Katanya Pak Arcandra sudah ada hitungan yang lebih efisien. Tapi hitungannya nggak boleh sepihak begitu, dan harus diformalkan dalam bentuk PoD. Kalau belum formal, ya proyeknya nggak bisa jalan," kata Gus lagi.
Lalu soal divestasi 10,46 persen saham PT Freeport Indonesia juga harus ada kepastian.
"Terkait divestasi saham Freeport, masih menggantung sikap pemerintah," ucap Gus.
Pihaknya berharap Jonan dan Arcandra dapat membuat kebijakan-kebijakan yang berpihak pada kepentingan rakyat Indonesia dalam menyelesaikan masalah di sektor ESDM. Gus sedikit menceritakan, saat Arcandra dulu dilantik menjadi Menteri ESDM sebenarnya Komisi VII belum pernah berinteraksi dengannya.
"Karena begini. Saat itu begitu 20 hari mereka dilantik, anggota dewan langsung reses. Jadi tidak sempat ketemu. Nah begitu dia dicopot karena status kewarganegaraan, kita di dewan baru masuk masa siding. Jadi sama sekali belum bertemu," ungkapnya.
Hanya saja baru dia menjadi menteri 20 hari sudah banyak yang menyatakan Arcandra menyelamatkan uang negara triliunan rupiah. "Saya kira itu tidak masuk akal dan dibesar-besarkan. Kalau bertugas baru 20 hari itu masih tahap konsolidasi. Klaim soal penyelamatan uang negara itu kan dari yang saya jelaskan di atas tadi. Pada blok Masela. Jawabannya dia bisa menyelamatkan uang negara jika sudah ada plant of development yang juga disetujui investor. Kalau tidak ada itu jangan bilang ada penyelamatan uang negara," sebutnya.
"Dan bagaimana mungkin dalam 20 hari bisa langsung ada plan of development karena yang kita tahu paling tidak menyiapkannya butuh waktu 2 tahun. Kalau hanya klaim siapa pun bisa. Dan itu sama dengan cakap-cakap di warung kopi. Kita tidak ingin seperti itu," Gus menambahkan.
Gus mengatakan dengan penunjukan ini ada harapan baru.
"Artinya sektor migas kan punya banyak masalah sebenarnya. Road map energi kita sudah disusun. Aturan-aturan yang berhubungan dengan energi juga banyak masalah. Pelaku di sektor energi pun banyak yang harus diselesaikan agar cost kian murah. Sebab jika biaya makin murah, rakyatlah yang menerima manfaatnya. Mudah-mudahan mereka mereka berdua ini punya jiwa NKRI (Negara Kesatuan Republik Indonesia). Sehingga bertindak atas keinginan dan pro rakyat. Saya berharap mereka merah-putih sebenar-benarnya," demikian Gus Irawan.[rgu]
KOMENTAR ANDA