Penyidikan kasus dugaan korupsi Bank Sumut yang menuai kontroversi, terus menjadi sorotan Indonesia Audit Watch (IAW) yang sejak awal terus melancarkan kritikan. Sebagai upaya untuk mengembalikan proses penegakan hukum dalam koridornya, Rabu (12/10), IAW resmi melayangkan surat ke Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia (BPK RI) berisi desakan terhadap lembaga audit negara tersebut, segera bersikap atas perilaku aparat penyidik kejaksaan dalam mentersangkakan seseorang terkait audit investigatif terhadap penghitungan merugian uang negara oleh BPK RI atau seminimal-minimalnya pengawasan dari institusi pemerintah.
"Dalam surat bernomor 17/IAW/PP/X/16, kami merasa semakin tidak bisa memahami mental aparat Kejaksaan yang kerap mentersangkakan seseorang atau beberapa orang dengan alasan telah melakukan dugaan tindak pidana korupsi hanya dengan dalih menghitung sendiri kerugian negara menggunakan jasa penghitungan dari kantor Akuntan publik (KAP)" tandas Junisab Akbar, pendiri sekaligus Ketua IAW kepada wartawan di Medan Rabu (12/10)
Didampingi sekretaris IAW Iskandar Sitorus, Junisab mengatakan, jikalau merujuk pada UU BPK dan Keuangan Negara, maka peran terdepan untuk menjadi auditor terkait hal di atas menjadi fungsi BPK RI.
"Jikapun karena sesuatu hal proses penghitungan belum dilakukan BPK, maka kebiasaan yang berjalan adalah terminimal dilakukan oleh BPKP, kecuali terhadap permintaan penghitungan kerugian negara dari KPK yang bisa tanpa keduanya setelah putusan MK tahun 2012" ungkapnya.
Tetapi patut untuk diketahui, lanjutnya bahwa dalam putusan MK itu yang dimaksud selain BPK RI dan BPKP tidak juga disebut secara tegas penggantinya adalah KAP. Jadi, tidak ada penegasan bahwa KAP bisa secara otomatis digunakan jika yang menyidik kerugian negara adalah KPK.
Apalagi jika penyidiknya Kejaksaan, tentu tidak bisa lebih semena-mena memakai jasa KAP.
"Di Sumatera Utara, seperti ada gejala memarakkan penggunaan jasa audit investigatif yang dilakukan Kejaksaan menggunakan KAP, seperti contoh lampiran yang kami sampaikan" sesalnya.
"Bersama surat yang kami layangkan ini, kepada Ketua dan para Anggota BPK kami hendak bertanya, dapatkah fungsi KAP yang salah satu ukuran profesionalitasnya adalah berbayar itu, bisa menggantikan peran auditor negara?" tanyanya menelisik.
Jikalau dapat, sambung Junisab, mengapa tidak sekaligus saja peran penyidik bisa digantikan oleh profesi hukum swasta lainnya dalam memproses penyidikan sekaligus penuntutan dugaan tindak pidana kerugian negara?
"Perilaku Kejaksaan seperti di Sumut itu menurut kami harus segera disikapi dengan tegas oleh BPK RI. Selain demi kepastian hukum, tentu juga untuk menjaga martabat auditor negara. Jangan sampai peran negara seperti dibajak oleh swasta dengan menggunakan institusi pemerintah" tandasnya.
BPK RI seperti lembaga negara lainnya, jelas mantan anggota DPR RI ini, tentu memiliki tanggungjawab untuk menegakkan konstitusi dan aturan perundangan. Penegakan itu juga berguna dalam menegakkan rasa keadilan.
"Maka kami mendesak BPK RI untuk segera mengambil keputusan dan atau apapun namanya sesuai perundangan, agar perilaku seperti itu tidak bersifat massif dikemudian hari. Kecuali BPK RI sudah tidak perduli lagi terhadap keberadaan auditor negara" pungkasnya
Di akhir wawancara, Junisab juga berharap semoga dalam waktu yang tidak terlalu lama, publik bisa melihat keputusan yang bisa mengatasi penyimpangan perilaku tersebut.
"Permasalahan ini juga kita tembuskan ke Presiden Republik Indonesia, Ketua DPR RI, Ketua DPD RI dan Ketua Mahkamah Agung RI," tutupnya.[rgu]
KOMENTAR ANDA