Pakar hukum tata negara, Prof. Yusril Ihza Mahendra mengatakan Bareskrim Mabes Polri berkewajiban menerima laporan masyarakat tentang dugaan terjadinya tindak pidana penistaan agama yang dilakukan oleh Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) dalam suatu acara di Kepulauan Seribu beberapa hari yang lalu.
"Menolak menerima laporan dengan alasan tidak ada fatwa MUI adalah alasan yang mengada-ada dan tidak berdasarkan hukum samasekali," ujar Yusril dalam keterangannya, Jumat (7/10).
Menurut Yusril, setiap orang yang datang melapor, wajiblah dituangkan dalam berita acara laporan yang isinya antara lain adalah identitas pelapor, terlapor, tindak pidana yang diduga telah dilakukan, locus dan tempus delicti, serta saksi-saksi yang mengetahui dugaan tindak pidana yang dilaporkan.
Lanjutnya, laporan tersebut haruslah ditindaklanjuti dengan penyelidikan untuk menyimpulkan benar tidaknya telah terjadi tindak pidana sebagaimana dilaporkan. Dan untuk memastikan apakah perbuatan yang dilaporkan tersebut memenuhi unsur tindak pidana atau tidak, penyelidik dapat meminta keterangan ahli.
Dalam konteks inilah, apakah ucapan terlapor Gubernur DKI termasuk penistaan atau tidak, penyelidik dapat meminta MUI untuk menerangkannya. Jadi bukan setelah ada "fatwa MUI" baru polisi dapat menerima laporan dari pelapor.
"Saya menulis ini semata-mata ingin memberitahu semua pihak tentang prosedur penerimaan laporan sesuai hukum yang berlaku. Saya mendesak, Bareskrim Mabes Polri bekerja secara profesional dan tidak membeda-bedakan orang dalam melayani laporan masyarakat," tukas Yusril.[rgu/rmol]
KOMENTAR ANDA