MBC. Dunia sedang berkutat dalam rekor utang 152 triliun dolar AS, Dana Moneter Internasional (IMF) mengatakan pada Rabu, pada saat yang sama lembaga ini mendorong beberapa negara untuk membelanjakan lebih banyak uang guna meningkatkan pertumbuhan yang lesu jika mereka mampu membayarnya.
Utang global, baik pemerintah maupun swasta, mencapai 225 persen dari "output" ekonomi global tahun lalu (2015), naik dari sekitar 200 persen pada 2002, Dana Moneter Internasional mengatakan dalam laporan Monitor Fiskal terbarunya.
IMF mengatakan sekitar dua pertiga dari total utang 2015, atau sekitar 100 miliar dolar AS, harus dibayar oleh peminjam sektor swasta, dan mencatat bahwa kenaikan pesat dalam utang sektor swasta sering menyebabkan krisis keuangan.
Sementara profil utangnya berbeda-beda di setiap negara, laporan itu mengatakan bahwa besarnya ukuran dari utang bisa menciptakan "deleveraging" (upaya mengurangi rasio pasiva terhadap ekuitas) swasta yang belum pernah terjadi sebelumnya, yang bisa menggagalkan pemulihan ekonomi yang masih rapuh.
"Utang swasta yang berlebihan adalah headwinds (situasi yang akan membuat pertumbuhan lebih sulit) besar terhadap pemulihan global dan risiko bagi stabilitas keuangan," Direktur Urusan Fiskal IMF Vitor Gaspar mengatakan pada konferensi pers. "Resesi keuangan yang lebih lama dan lebih dalam dari resesi yang normal."
Sementara Amerika Serikat telah "de-leveraged" sejak krisis keuangan 2008-2009, laporan itu mengutip penumpukan utang swasta
di Tiongkok dan Brazil sebagai kekhawatiran yang signifikan, didorong sebagian oleh era panjang suku bunga rendah.
Laporan itu muncul ketika Direktur Pelaksana IMF Christine Lagarde mendesak 189 negara anggota IMF yang memiliki "ruang fiskal" -- kemampuan untuk meminjam secara berkelanjutan dan membelanjakan lebih banyak -- untuk melakukannya guna meningkatkan pertumbuhan yang terus-menerus melemah.
IMF mendesak dukungan fiskal yang ditargetkan untuk permintaan konsumen yang datang disertai dengan seruan untuk melanjutkan kebijakan moneter akomodatif dan percepatan reformasi struktural yang bertujuan untuk meningkatkan efisiensi ekonomi negara.
Jika "deleveraging" besar utang swasta terjadi, laporan IMF merekomendasikan bahwa kebijakan fiskal harus mencakup target intervensi untuk merestrukturisasi utang swasta atau memperbaiki neraca keuangan bank guna meminimalkan kerusakan pada perekonomian secara keseluruhan.
Ini bisa menjadi mirip dengan program restrukturisasi hipotek (mortgage) yang dilakukan oleh Amerika Serikat selama krisis atau restrukturisasi industri otomotif pemerintahan Obama, kata Gaspar.
"Jenis-jenis kebijakan ini bisa sangat berguna di Tiongkok," kata Gaspar. "Tetapi untuk bisa berjalan, mereka harus dirancang secara memadai dan tunduk pada prinsip-prinsip tata kelola yang kuat." [ant]
KOMENTAR ANDA