Keluarga dari almarhum Rosintan br Keliat terkejut dengan tagihan iuran BPJS yang ternyata masih dibebankan kepada orang tua mereka yang sudah meninggal pada Mei 2015 lalu tersebut. Hal ini terungkap saat, Jepri Tarigan anak dari almarhum hendak membayarkan iuran BPJS milik anggota keluarga mereka untuk tagihan bulan Oktober 2016 dimana pembayaran dilakukan secara kolektif sesuai aturan pembayaran BPJS yang baru.
"Pas mau bayar ternyata ditolak, alasannya 1 orang anggota keluarga kami menunggak pembayaran selama ini yakni orang tua saya yang sudah setahun meninggal," katanya kepada medanbagus.com, Kamis (6/10).
Jepri yang terkejut dengan informasi tersebut kemudian menceritakan bahwa orang tuanya tersebut sudah meninggal dunia dan kartu BPJS almarhum diminta oleh pihak RS Martha Friska. Sebab, orang tuanya memang meninggal di rumah sakit yang terletak di Jalan Yos Sudarso Medan tersebut pada 2015 lalu. Saat itu menurut Jepta, pihak RS Martha Friska meminta kartu BPJS orang tuanya tersebut dengan alasan agar tidak disalahgunakan. Saat itu menurutnya, pihak rumah sakit mengatakan bahwa BPJS tersebut akan mereka laporkan kepada pihak BPJS agar dinon aktifkan.
"Makanya kartunya kami serahkan pada saat itu," ungkapnya.
Indikasi kelalaian menurut Jepta terlihat dalam hal penonaktifan kartu BPJS milik orang tuanya tersebut. Sebab, saat ditanyakan kepada pihak rumah sakit, ternyata kartu BPJS orang tuanya masih tersimpan di rumah sakit tersebut. Hal ini membuatnya kesal dan meminta tanggung jawab dari pihak rumah sakit atas biaya tagihan yang masih muncul atas nama orang tuanya tersebut.
"Nah disini mereka buang badan dengan meminta agar saya yang kembali harus mendatangi kantor BPJS untuk memohon pemutihan tagihan iuran orang tua saya itu. Ini namanya kan lempar tanggung jawab. Pas meninggal dulu, mereka minta kartunya dengan alasan agar mereka yang melapor ke BPJS untuk penonaktifan, ternyata sampai sekarang belum non aktif," kesalnya.
Jepta mengaku ia sempat berdebat dengan pegawai RS Martha Friska bernama Yanti Harahap mengenai persoalan tersebut. Namun pegawai tersebut tetap meminta agar Jepta mendatangi kantor BPJS dan memberitahu prosedurnya pemutihannya. Namun, mereka tidak mau bertanggungjawab jika pihak BPJS tidak bersedia memutihkan tagihannya.
"Bapak nanti disana jumpai orang BPJS Pak Zulham bagian informasi kepersertaan, besok bawa SKM sama foto copy peserta nanti premi atau denda diputihkan. Biasanya seperti itu pak," ujar Jepta menirukan perkataan Yanti Harahap.
Sementara itu, Kepala Departemen Hukum, Komunikasi Publik, Kepatuhan dan Keuangan BPJS Regional I Sumut-Aceh Ismed ketika dihubungi menyatakan tagihan itu harus dibayarkan.
"Kita cek dulu nomor NIKnya, kita lihat jumlah tagihannya. Tapi tagihan itu harus tetap dibayar," tandas Ismed.
Atas kondisi ini, Jepta mengaku akan tetap meminta pertanggungjawaban dari pihak rumah sakit yang menurutnya lalai dalam menonaktifkan kartu BPJS orang tuanya. Ia mengaku akan melaporkan kasus ini ke jalur hukum jika pihak rumah sakit tidak mempertanggungjawabkan kelalaian mereka.
"Ini bukan persoalan besarnya tagihan yang harus dibayar, melainkan agar semua instansi bertanggungjawab dan serius dalam menjalankan pekerjaan mereka," demikian Jepta.[rgu]
KOMENTAR ANDA