Penentuan lifting (produksi) minyak mentah Indonesia pada asumsi APBN 2017 dianggap membingungkan Komisi VII DPR-RI. Hal ini karena target yang diajukan oleh pemerintah dengan realisasi jumlah yang mampu diraih oleh perusahaan kontraktor memiliki selisih yang sangat jauh.
Ketua Komisi VII DPR RI, Gus Irawan Pasaribu mengatakan dalam rapat kesimpulan penetapan lifting minyak 2017, pemerintah bersikeras hanya mampu memproduksi sebanyak 780 ribu barel.
Namun saat para kontraktor karya minyak dipanggil ke DPR sebenarnya yang bisa dicapai itu pada level 815 ribu barel per hari (bph).
"Lifting minyak ini aneh kalau mengikuti pemerintah. Dari pengajuan itu lifting minyak kita terus mengalami penurunan. Pada waktu sebelum rapat dengan Menteri ESDM, kami membahas target itu dengan seluruh kontrak karya dan SKK Migas. Membahas teknis produksinya," katanya, Senin (3/10).
Gus menjelaskan saat ini ada 5 kontraktor yang datang dengan penguasaan 90 persen produksi minyak di Indonesia termasuk diantaranya Exxon, Pertamina dan lainnya. Dalam pertemuan tersebut Exxon mengaku mampu menghasilkan 200 ribu barel per hari. Namun SKK Migas membatasi hanya 165 ribu barel.
"Kami heran dengan sikap SKK Migas ini, kenapa dibatasi. Tapi pertanyaan kami tidak mampu mereka jawab," ketusnya.
Menurut ketua Gerindra Sumut ini, kondisi produksi minyak Indonesia setiap tahun memang terus mengalami penurunan. Di APBN 2015 misalnya hanya 870 ribu barel per hari. Itu sudah turun dari tahun sebelumnya. Kemudian di 2016 pada APBN induk 830 ribu barel per hari dan diturunkan jadi 820 ribu barel pada APBN-P.
"Tahun ini turun lagi jadi 815 ribu barel. Saya yakin lima tahun ke depan produksi minyak kita setiap hari tinggal 500 ribu barel saja," ungkapnya.
Dalam pertemuan dengan Menteri ESDM, komisi VII akhirnya memutuskan untuk tahun depan lifting di angka 815 ribu meskipun saat finalisasi sebenarnya pemerintah masih menawar agar lifting itu tetap di 780 ribu barel.[rgu]
KOMENTAR ANDA