Ketua Komisi VII DPR-RI Gus Irawan Pasaribu mengungkapkan sebenarnya pemerintah masih berpeluang menurunkan harga bahan bakar bersubsidi dalam periode ini. Dia mengungkapkan hal itu setelah pemerintah melalui Kementerian Energi Sumber Daya Mineral (ESDM) memutuskan tidak ada perubahan harga BBM subsidi Sabtu lalu.
Gus Irawan kepada wartawan di Medan, Minggu (2/10), menyatakan sudah mengetahui informasi yang dijelaskan oleh pemerintah. Alasan pemerintah tidak menurunkan harga bahan bakar tersebut karena tiga hal. Pertama, Kemampuan keuangan negara atau situasi perekonomian. Kedua, kemampuan daya beli masyarakat. ketiga, ekonomi riil dan sosial masyarakat.
"Pemerintah menetapkan tidak ada perubahan harga jual jenis BBM tertentu dan jenis BBM khusus penugasan," sebut keterangan tertulis Kementerian ESDM, Jumat (30/9).
Dengan keluarnya keputusan ini, maka harga jual BBM jenis tertentu dan BBM khusus penugasan terhitung mulai Sabtu (1/10) pukul 00.00 minyak solar subsidi Rp5.150 per liter, bensin RON 88 penugasan (Luar Jawa-Madura-Bali) Rp6.450 per liter.
Sebelumnya, Kementerian ESDM mengusulkan harga BBM jenis premium dan solar akan mengalami perubahan pada periode 1 Oktober-31 Desember 2016. Dirjen Migas Kementerian ESDM, IGN Wiratmaja Puja, mengungkapkan bahwa harga premium akan turun Rp300 per liter, sedangkan harga solar naik Rp500-600 per liter.
"Kalau hitung-hitungan kami di Komisi VII malah harga solar yang harusnya bisa turun hingga Rp4.000 per liter," jelas Gus Irawan, kemarin.
Wakil Ketua Fraksi Gerindra di DPR-RI menyatakan masih belum mengetahui cara pemerintah menghitung harga bahan bakar.
"Contohnya solar ya. Kenapa solar bersubsidi lebih mahal daripada solar industri. Ini logika berfikirnya bagaimana. Kita ini memang hidup di negara yang serba paradox. Harusnya harga solar industri yang sesuai harga pasar pastilah lebih mahal dari yang subsidi. Tapi ini kenapa harga solar subsidi jadi lebih mahal," ungkapnya.
Gus mengatakan dari harga yang disampaikan pemerintah masih melekat subsidi Rp1.000 per liter. Kalau memang masih melekat subsidi Rp1.000 per liter tentu harusnya dijual Rp6.150 per liter di SPBU.
"Padahal di hitungan kami komisi VII solar itu sudah menguntungkan kalau pun dijual pada harga Rp4.500," sebutnya.
Malah, menurut Gus, Komisi VII pernah meminta kepada pemerintah agar harga solar dijual Rp4.000 per liter saja. Sebenarnya kembali pada naik turunnya harga bahan bakar ini, menurut Gus, masih bertentangan dengan keinginan rakyat. Artinya seolah-olah pemerintah ikut harga pasar internasional.
"Padahal komoditas itu kita punya lho. Dan sebelum Kementerian ESDM mengumumkan harga yang sekarang, kita malah saat lebaran lalu ingin harga BBM diturunkan. Harapan kita di lebaran lalu harga BBM turun karena di pasar internasional juga turun. Nah ternyata baru sekarang diumumkan dengan tidak ada perubahan. Jika ingin harga keekonomian harusnya yang dijual Pertamina menurut hitungan kita masih bisa lebih murah," ungkap ketua DPD Gerindra Sumut itu.
Baru-baru ini , ungkap Gus, Komisi VII juga sudah menggelar rapat dengan Kementerian ESDM terkait berbagai asumsi makro dan target produksi minyak serta harga di pasar internasional. Kalau Indonesia mau mengikuti harga di pasar internasional, maka menurut dia, harga akan mengalami kenaikan lagi per Desember nanti.
"Dengan pengumuman ini, pemerintah akan melakukan evaluasi harga lagi di Desember. Bisa saja di Januari 2017 harga BBM subsidi akan mengalami kenaikan jika mengikuti asumsi harga di APBN 2017," demikian Gus Irawan.[rgu]
KOMENTAR ANDA