Ratusan massa yang berasal dari buruh di seluruh Sumatera Utara turun ke jalan melakukan unjuk rasa di Kantor Gubernur Sumatera Utara untuk menuntut Pemerintah Provinsi Sumatera Utara (Pemprovsu) meningkatkan Upah Minimum Kota/Kabupaten (UMK) tahun 2017 sebesar Rp. 650.000, Kamis (29/9).
Saat berorasi, koordinator aksi, Willy Agus Tomo menjelaskan bahwa tuntutan kenaikan UMK tersebut ditujukan untuk meningkatkan kehidupan para buruh.
"Kami menuntut pemerintah, tahun 2017 harus menaikkan UMK sebesar Rp. 650.000 demi meningkatkan kelayakan dan kesejahteraan hidup kami," katanya.
Untuk mendukung tuntutan tersebut, massa juga meminta pemerintah pusat untuk mencabut PP 78/2015 karena bertentangan dengan UU No. 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, UU No. 21 tahun 2000 tentang Serikat Pekerja/Buruh dan Konvensi ILO No. 87 tentang kebebesan berserikat.
"Untuk menjamin kami, para buruh dapat terus menyampaikan aspirasi dan menuntut kenaikan UMK demi kehidupan yang lebih layak, pemerintah harus mencabut PP No 78/2015," jelasnya.
"Itu harus segera dicabut karena bertentangan dengan UU No. 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, UU No. 21 tahun 2000 tentang Serikat Pekerja/Buruh dan Konvensi ILO No. 87 tentang kebebesan berserikat dan sesuai Rekomendasi Panja Upah DPR," tambahnya.[sfj]
Saat berorasi, koordinator aksi, Willy Agus Tomo menjelaskan bahwa tuntutan kenaikan UMK tersebut ditujukan untuk meningkatkan kehidupan para buruh.
"Kami menuntut pemerintah, tahun 2017 harus menaikkan UMK sebesar Rp. 650.000 demi meningkatkan kelayakan dan kesejahteraan hidup kami," katanya.
Untuk mendukung tuntutan tersebut, massa juga meminta pemerintah pusat untuk mencabut PP 78/2015 karena bertentangan dengan UU No. 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, UU No. 21 tahun 2000 tentang Serikat Pekerja/Buruh dan Konvensi ILO No. 87 tentang kebebesan berserikat.
"Untuk menjamin kami, para buruh dapat terus menyampaikan aspirasi dan menuntut kenaikan UMK demi kehidupan yang lebih layak, pemerintah harus mencabut PP No 78/2015," jelasnya.
"Itu harus segera dicabut karena bertentangan dengan UU No. 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, UU No. 21 tahun 2000 tentang Serikat Pekerja/Buruh dan Konvensi ILO No. 87 tentang kebebesan berserikat dan sesuai Rekomendasi Panja Upah DPR," tambahnya.[sfj]
KOMENTAR ANDA