Komite II DPD saat ini tengah menyusun RUU Perubahan atas UU No. 29 Tahun 2009 Tentang Perlindungan Varietas Tanaman (PVT). Untuk itu, DPD meminta masukan kepada Pusat Perlindungan Varietas Tanaman Kementerian Pertanian dalam rangka meningkatkan produksi pertanian Indonesia.
Komite II DPD menganggap keragaman genetik tanaman di Indonesia merupakan yang terbesar di dunia. Hal ini tentunya menjadi modal besar bagi Indonesia.
"Sumber daya genetik yang terkandung dalam keanekaragaman hayati merupakan kekayaan negara yang mempunyai nilai penting dan strategis bagi ketahanan pangan kesehatan," ucap Ketua Komite II DPD Parlindungan Purba saat membuka RDP di Gedung DPD, Jakarta, Selasa (27/9).
Menurutnya, besarnya keragaman genetik tersebut menjadi modal kuat terhadap bangsa Indonesia dan menjadi negara terdepan dalam industri perbenihan tanaman secara global secara ideal.
"Perlu juga di ingat bahwa daya saing ini suatu bangsa di bidang pertanian sangat dilindung oleh ketersediaan varietas unggul," tegas senator asal Sumatera Utara itu.
Untuk itu, Parlindungan berharap UU PVT dapat membangun sektor usaha pertanian yang maju, efisien dan tangguh. Tentunya harus menjamin ketersediaan varietas unggul hasil pemuliaan untuk meningkatkan produksi pertanian Indonesia.
"Maka sudah seharusnya UU PVT juga mendorong perlindungan pelestarian dan pemanfaatan optimum dari sumber daya genetik yg tersedia bagi kesejahteraan masyarakat sumber daya genetik tersebut berada," terang dia.
Sementara itu, Kepala Pusat PVT dan Perijinan Kementan, Erizal Jamal menjelaskan bahwa ada beberapa isu yang terkait dengan keterlibatkan petani kecil kemudian upaya terkait varietas lokal. Ada tiga kategori kegiatan yang terkait dengan UU No. 29 Tahun 2009.
"Pertama terkait dengan pelepasan varietas. Itu wajib hukumnya. Kedua perlindungan varietas. Ketiga pendaftaran varietas. Yang terkait dengan kami yaitu perlindungan varietas," papar dia.
Pada tahun 2013, sambungnya, pihaknya secara internal sudah melakukan kajian untuk melihat seberapa jauh efektifitas dari UU ini. Pada saat itu, pihaknya berkesimpulan bahwa untuk saat itu masih relevan, masih belum ada perubahan yang diusulkan.
"Kami melihatnya dari berbagai aspek bagaimana proses kita menghasilkan benih mulai dari sumber daya genetik kemudian proses pemulihannya itu sendiri. Kemudian proses perbanyakan dari benih, kemudian proses dari peredaran benih itu sendiri," ujar Erizal.
Erizal menilai UU tersebut sebenarnya tidak berdiri sendiri. UU ini terkait dengan lainnya seperti UU Budi Daya, UU hortikultura, UUPerternakan dan UU Perkebunan.
"Sehingga kami mencoba melihat dan menyelaraskan UU ini dengan yang lain," demikian Erizal.[rgu]
KOMENTAR ANDA