Anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPRD) Sumut, Philip Perwira Juang Nehe meminta Pemerintah Provinsi Sumut dalam hal ini Dinas pariwisata Sumut serius menanggapi adanya usulan masyarakat untuk mendaftarkan Ulos menjadi warisan budaya dunia. Pejabat jangan hanya membutuhkan atau memikirkan ulos saat kegiatan seremonial saja, tanpa memikirkan kelangsungan para penggiat ulos itu sendiri.
"Pasa saat acara seremonial mereka ingin diulosi ataupun mangulosi, namun apa arti ulos itu mungkin mereka tidak lagi tahu. Ini ada masyarakat yang konsern memberikan hati untuk pelestarian dan pemberdayaan ekonomi pengrajin ulos, harusnya diberikan perhatian yang serius," ujar Philip kepada wartawan usai mengikuti Rapat Dengar Pendapat Komisi E DPRD Sumut dengan Panitia Hari Ulos di Gedung DPRD Sumut, Senin (26/9).
Politisi PKB ini menekankan betul, agar pemerintah provinsi menyambut dengan serius kegiatan yang digelar Panitia Hari Ulos yang diketuai oleh Enni Martalena Pasaribu. Karena ternyata, lanjut Philip, apa yang digagas oleh panitia bukan hanya sekedar memperkenalkan ulos, namun ada nilai yang akan diperoleh di kemudian hari. "Ulos lestari, dan ekonomi masyarakat akan terangkat," katanya.
Ia juga berharap agar pemprov memberi respon dengan menerima panitia untuk beraudiensi. "Kalau kita pikir, panitia hanya mengusulkan anggaran yang tidak begitu signifikan, tapi dampaknya ke depan akan bisa dirasakan warga penenun ulos dan juga masyarakat Sumut yang memiliki ulos," ujarnya.
Sebelumnya dalam RDP yang dihadiri Anggota Komisi E lainnya Meilizar Latief, Hidayah Herlina Gusti, Eveready, Ramadhan Harahap, Syahrial Tambunan, Inge Amalia, dan Wakil Ketua Komisi, Zahir, juga menyimpulkan hal yang sama.
Sebelumnya, Ketua Panitia Hari Ulos yang juga telah didaulat sebagai koordinator tim pengusulan ulos ke Unesco, Enni Martalena Pasaribu bersama tokoh masyarakat Wilmar E Simanjorang, Pembina Panitia RAY Sinambela, Ketua 1 Suryani Siahaan, Sekretaris Umum, Inong Hanna Simbolon ST, MM, Sekretaris 1, Ir Susilo Karunianingsih, Bendahara Umum, Vera Pasaribu, Bendahara 1, Royana Marpaung SE, Bendahara 2, Sarma Sianipar turut dalam RDP.
Enni menyampaikan bahwa dalam rangka pelaksanaan hari ulos ke dua akan dilaksanakan di Medan. Setelah perayaan pertama kalinya dilaksanakan pada 17 Oktober 2015 di Jl Sei Galang. "Perayaan pertama kali kita lakukan dengan sederhana dan swadaya teman-teman penggiat ulos. Perayaan kita lakukan berkat penerbitan sertifikat oleh pemerintah menjadikan ulos sebagai warisan budaya tak benda nasional sejak 17 Oktober 2014," katanya.
Untuk itu, selain ditetapkan sebagai warisab budaya tak benda, panitia berkeinginan agar pemerintah juga menetapkan 17 Oktober sebagai hari ulos nasional. "Setelah adanya penetapan kalender nasional nantinya, kita juga ingin agar ulos terdaftar di Unesco," ujarnya.
Rencana ini bukan hanya untuk seremonial semata, melainkan untuk memberikan perlindungan juga bagi karya budaya nenek moyang masyarkaat Sumut. Dimana diketahui, sekitar 24 kabupaten/kota di Sumut memiliki kain tenun yang secara umum dikenal khususnya pada masyarakat kawasan danau toba sebagai 'ulos'. Ada uis di masyarakat Karo, Ulos untuk masyarakat Toba dan sebagainya.
Adanya jaminan perlindungan akan karya cipta tersebut, akan mampu menjamin kelangsungan pengrajin ulos seperti penenun yang kini diambang kepunahan akibat masuknya kain bermotif ulos yang diproduksi secara massal oleh mesin.[rgu]
KOMENTAR ANDA