Institut Kajian Sosiologi Indonesia (IKSI) Universitas Sumatera Utara (USU) telah menggelar diskusi ilmiah dengan tema 'Benarkah Ada Pribumi dan Non-Pribumi?' di lantai II Ruang Sidang FISIP USU, Selasa (20/9).
Dalam diskusi ilmiah tersebut, IKSI USU mendaulat antropolog FISIP USU Dr. Fikarwin Zuska dan tokoh masyarakat Tionghoa yang aktif di organisasi Lions Club Jimmy Iskandar, MBA sebagai narasumber.
Tema itu dipilih karena IKSI USU ingin menyediakan sebuah pertemuan yang dapat menguraikan terminologi pribumi dan non-pribumi, serta untuk melihat bagaimana relasi sosial antara etnis Tionghoa dan etnis non-Tionghoa.
Kemudian hasil diskusi ilmiah tersebut diharapkan IKSI USU dapat menjadi rujukan untuk masyarakat agar dapat memahami bagaimana memposisikan dirinya sebagai warga yang mewakili identitas pribadi tetapi sekaligus memiliki relasi dengan warga yang lainnya di ruang publik.
Menurut Dr. Fikarwin Zuska, mayoritas masyarakat memiliki paradigma yang menyatakan bagwa etnis Tionghoa bukan bagian dari bangsa Indonesia.
"Perasaan bahwa etnis Tionghoa bukanlah bagian dari bangsa Indonesia masih ada di dalam hati masyarakat Indonesia kebanyakan. Hal ini merupakan akibat dari proses sejarah kolonial di mana masyarakat Tionghoa menjadi perantara antara masyarakat Indonesia dengan kolonial Belanda," katanya.
Dr. Fikarwan Zuska juga menerangkan bahwa proses sejarah tersebut kemudian diteruskan di masa Orde Baru.
"Proses sejarah ini kemudian diteruskan di masa Orde Baru di mana etnis Tionghoa dianggap bukan sebagai bangsa Indonesia dan disebut non-pribumi," terangnya.
Menurut Dr. Fikarwan, apabila setiap pendatang disebut sebagai nonpribumi, maka hampir semua etnis di Indonesia adalah nonpribumi.
"Bila pendatang disebut nonpribumi, maka hampir semua etnis di Indonesia adalah nonpribumi," ujarnya.[sfj]
KOMENTAR ANDA