Anggota DPR-RI asal Sumut Gus Irawan Pasaribu menilai pemotongan anggaran yang dilakukan Menteri keuangan Sri Mulyani Rp137 triliun akan memunculkan masalah baru. Ketua komisi VII DPR-RI ini mengungkapkan hal tersebut kepada wartawan di Medan, Senin (19/9), menyikapi langkah pemerintah mengelola anggaran.
Seperti diketahui, pemerintah memproyeksikan terjadi shortfall penerimaan pajak sebesar Rp219 triliun di APBN-P 2016, sehingga perlu langkah penghematan hingga Rp137 triliun. Defisit anggaran pun terancam melebar menjadi 2,5 persen dari PDB dan menambah utang Rp17 triliun.
Menurut Gus Irawan, sebenarnya pada 23 Juni 2016 pemerintah dan DPR-RI sudah menyepakati penghematan anggaran. Keinginan pemerintah untuk memotong anggaran sudah diparipurnakan sehingga dalam APBN-P 2016 ada pengurangan Rp30 triliun dari APBN induk. Sebulan setelah itu kan ada reshuffle kabinet dengan perubahan menteri keuangan. Begitu Sri Mulyani diangkat menjadi Menkeu atau dalam tempo sebulan dia sudah memotong Rp137 triliun lagi tanpa mengajukan ke dewan.
"Saya pastikan ini melanggar UU. Pertama melanggar UU APBN, kedua melanggar UU Keuangan Negara dan berpotensi melanggar UUD 1945. Karena Menkeu mengebiri fungsi dewan yang salah satunya adalah fungsi budgeting. Di sinilah persoalan baru itu muncul," jelasnya.
"Karena begini, waktu pemerintah mengajukan pemotongan Rp60 triliun saja harus melalui mekanisme pengajuan, pembahasan di tiap komisi, kemudian disinkronisasi di badan anggaran, setelah itu dibawa ke paripurna untuk disahkan," jelas Gus.
Tapi faktanya sekarang ada pemotongan Rp137 triliun atau jumlahnya dua kali lipat dari yang diparipurnakan tidak melalui mekanisme yang benar. Memang, menurut dia, kondisi ini terkait eskalasi politik dan perubahan peta dukungan partai politik.
"Kecenderungan sekarang yang saya lihat, setelah Golkar dan PAN berpindah mendukung pemerintah sebenarnya dari sisi tata negara kondisi yang terjadi menjadi tidak baik. Saya melihat justru dengan perubahan itu nasib negara berada di ujung tanduk. Semua dibuat suka-suka," tutur Gus Irawan.
"Apa fakta yang saya lihat di parlemen? Saya ini kan anggota dewan ya. Setelah peta perubahan partai politik berubah parlemen seperti tidak berdaya menghadapi eksekutif. Saya pastikan itu. Meskipun sesungguhnya kondisi ini bagi sebagian anggota dewan adalah keterpaksaan," ujarnya.
Pemerintah, menurutnya, sangat ambisius dalam menetapkan target penerimaan keuangan negara. Dari sisi target penerimaan saja, kata dia, sudah tidak masuk akal.
"Pemerintah ini menyusun APBN dengan nafsu besar tenaga kurang. Bahwa kejadiannya akan seperti sekarang sudah kita prediksi dari dulu. Di akhir 2015 kan kami sudah ungkapkan bahwa sepanjang 2016 ini aka nada shortfall (kekurangan penerimaan) hingga Rp300 triliun. Itulah pertimbangan kami di Gerindra menolak APBN 2016. Waktu itu saya ikut dan ada rapat dengan tim kajian strategis," jelasnya.
Untuk 2015 saja dulunya dia sudah memperkirakan akan nada kekurangan penerimaan anggaran hingga Rp250 triliun. Anehnya angka penerimaan pada tahun 2016 justru meningkat lagi padahal kemampuan pemerintah untuk mencari sumber penghasilan begitu-begitu saja. Artinya, menurut Gus, kemampuan pemerintah 2016 sebenarnya tidak meningkat dari 2015.
"Anehnya sudah pun begitu pemerintah masih bernafsu menambah dari sisi belanja," ungkapnya.
Dia mengatakan dikritisi seperti sekarang pun sepertinya kebijakan pemerintah akan tetap berlanjut karena tidak ada lagi yang menjadi penyeimbang di parlemen.
"Tinggal Gerindra yang menjadi pengkritik. Jadi saya yakin kalaupun nanti pemotongan anggaran itu tidak dibawa ke dewan tak akan dipersoalkan partai lain. Apalagi saya dengar untuk penghematan itu sudah diterbitkan Inpres atau Instruksi Presiden. Ini malah lebih gawat lagi pelanggarannya," demikian Gus.[rgu]
KOMENTAR ANDA