post image
KOMENTAR
Kepala Badan Nasional Penganggulangan Terorisme (BNPT) Suhardi Alius akan melakukan investigasi terkait temuan Pusat Pelaporan dan Analisa Transaksi Keuangan (PPATK) atas dugaan adanya dana bantuan terorisme dari negara-negara tetangga, ter­masuk Australia.

"Kami akan investigasi dana mana yang digunakan untuk terorisme. Apakah sifatnya perseorangan atau ke satu yayasan dan lembaga. Itu yang akan didalami," katanya di Gedung DPR, kemarin.

Hanya saja, Suhardi belum bi­sa memastikan apakah Australia termasuk negara yang paling banyak mengalirkan uang untuk aksi terorisme di Indonesia.
BNPT Dalami Aliran Dana Terorisme Dari Negara Tetangga

Berdasarkan laporan PPATK, jumlah dana yang masuk dari Australia itu sebanyak 97 kali transaksi melalui berbagai cara, baik perseorangan maupun kelompok.

"Saya belum dapat. Kemarin banyak yang nanya juga soal dana dari Australia. Kita belum dapat verifikasi," kilahnya.

Kendati laporan PPATK me­nemukan Australia sebagai pe­masok dana terorisme, menurut Suhardi bisa saja dalam kasus ini negara itu hanya dijadikan perantara pengiriman.

Karena itu, dia menyarankan agar kepolisian melacak leb­ih dalam transaksi tersebut. Apalagi Australia selama ini dikenal sebagai negara yang kental dengan antiterorisme.

Dengan demikian dapat dike­tahui apakah Australia sebagai pihak pertama atau kedua dalam penyaluran dana tersebut.

Dalam kesempatan terse­but, Suhardi juga menyoroti maraknya penyebaran paham radikal melalui media sosial.

Menurutnya, besar kemung­kinan para penyebar paham radikal membuat sel terorisme baru melalui jejaring sosial.

"Hasil survei, 64,7 persen anak SMA main di sosial me­dia 181 menit dan134 menit di TV. Dari survei 2015 ada 139 juta pengguna internet di Indonesia," kata Suhardi.

Oleh karena itu, BNPT meminta kepada Kementerian Komunikasi dan Informasi (Kominfo) serta Kementerian Pendidikan dan Budaya (Kemendikbud) untuk membantu pengawasan paham radikal­isme di kalangan anak muda.

Suhardi menilai, media so­sial sudah seperti pedang ber­mata dua. Di satu sisi memi­liki dampak positif, namun di sisi lain juga memiliki dampak negatif.

"Sekarang terorisme itu le­wat sosial media. Makanya, Kominfo dan Kemedikbud menangani masalah ini," kata Suhardi.

Mantan Kabareskrim ini meminta jika ditemukan mahasiswa yang dicurigai memiliki paham radikalisme dan membuat kel­ompok yang mencurigakan agar dilaporkan sejak dini.

Dia pun memastikan setiap laporan yang ada akan segera ditindaklanjuti sebagai bentuk antisipasi pencegahan teror­isme di masyarakat khususnya anak muda.

"Ketika mereka melakukan perbuatan tidak lazim, bikin kelompok jangan didiamkan. Laporkan sebagai identifikasi awal," tuturnya.[rgu/rmol]

LPM dan FKM USU Gelar Edukasi Kesahatan dan Pemberian Paket Covid 19

Sebelumnya

Akhyar: Pagi Tadi Satu Orang Meninggal Lagi

Berikutnya

KOMENTAR ANDA

Baca Juga

Artikel