BERBAGAI pejabat dengan keren luar biasa diekspose media sebagai penyumbang hewan kurban. Kalau penyumbang adalah pejabat non-muslim, sudah jelaslah itu hewan sumbangan saja bukan hewan kurban. Hanya orang non-muslim yang aneh kalau dia atau siapapun pendukungnya yang ngotot bilang itu hewan kurban. Jangan mempertontonkan kebodohan kecuali memang sangat ingin disebut bodoh luar biasa.
Tapi jika penyumbangnya pejabat muslim pun, kita masih perlu bertanya apa betul itu hewan kurban? Kurban itu prinsipnya adalah atas nama seseorang. Artinya kalau Presiden Jokowi berkurban, maka harusnya itu datang dari dia. Tentu kita senang jika seorang Jokowi atas panggilan keimanan melakukan kurban.
Tapi ada kemungkinan lainnya yaitu jika ada orang lain yang memberikan dana kepada Jokowi agar dia bisa berkurban. Tapi ini patut dipermasalahkan karena masuk ke delik gratifikasi. Sedangkan kalau dia menggunakan dana operasional presiden untuk berkurban, rasanya lebih tepat jika disebut hewan sumbangan presiden. Demikian pula dengan pejabat-pejabat lainnya, jika menggunakan dana operasional jabatan, maka statusnya harusnya bukan hewan kurban tapi hewan sumbangan.
Pertanyaan menggelitik lainnya, apakah pantas pejabat menyumbang hewan dengan dana operasionalnya? Rasanya sangat tidak patut pejabat berperilaku demikian. Seperti Ahok yang katanya menyumbang hewan sebanyak 55 ekor sapi. Sangat tidak pantas dan patut diduga bernuansa urusan lain. Sangat kental aroma urusan Pilkada Jakarta-nya untuk kasus Ahok. KPK harusnya tidak tinggal diam melihat hal ini. BPK dan DPR/DPRD harusnya juga mempertanyakan.
Sedangkan bagi umat, tidak ada manfaatnya makan daging setahun sekali dari sumbangan pejabat jika itu dari hasil main-main anggaran operasional. Bagaimana jika ternyata dana operasional pejabat diperuntukkan bukan hanya untuk kepentingan publik, tapi lebih dominan untuk kepentingan pribadi? Lalu biar rakyat terkelabui maka disumbangkan juga secuil buat masyarakat. Tentu bukan ini yang kita harapkan dari para pejabat. Kita tidak butuh sumbangan sesaatnya, kita lebih butuh kerja keras, sumbangan waktu dan sumbangan pikirannya selama menjabat. Itulah peran pejabat idaman yang dibutuhkan rakyat.
Jadi berhentilah bersuka cita menerima hewan dari pejabat jika itu bukan datang dari dana pribadinya. Dari mana bisa tau dari pribadi atau bukan? Tanya saja. Kalau dia berbohong tentu bukan urusan kita. Tapi gunakanlah akal sehat, apa mungkin si pejabat tersebut tiba-tiba baik hati dengan menyediakan hewan kurban berharga 20-70 jutaan dan sekian banyak. Apakah itu kewajaran? Apakah dia memang sepanjang tahun selama ini dikenal sebagai orang banyak duit yang dermawan? Berapa gajinya atau berapa kekayaan pribadinya? Mungkinkah pengeluarannya seroyal itu.
Ayo kita cerdaskan diri kita. Mari kita mulai menolak ketidakjelasan sumber-sumber kebaikan hati para pejabat negara ini. Tapi tentu jangan pula penuhi hati kita dengan prasangka buruk. Mari mulai hari ini kita doakan para pejabat agar diberikan hidayah keamanahan dan kemurahan hati berbagi dan bersedekah. Sehingga kita punya pejabat yang amanah, rajin bersedekah dan rajin berkurban. Aamiin Ya Rabb.[***]
KOMENTAR ANDA