post image
KOMENTAR
Bak horor di tengah hari bolong, kalangan gay (penyuka sesama jenis pria) menjadikan anak-anak di bawah umur sebagai korbannya. Tidak kurang dari 148 anak menjadi korban prostitusi gay. Pada saat yang sama kenaikan jumlah gay mengalami kenaikan yang signifikan. Hal ini harus menjadi perhatian bersama bahwa kalangan gay menjadi sebuah ancaman serius bagi masa depan bangsa.

Bagi masyarakat Indonesia, prostitusi anak di bawah umur untuk kalangan gay, merupakan sesuatu yang mengejutkan. Bak mimpi horor di tengah hari bolong, anak-anak tanpa dosa menjadi 'persembahan' bagi kalangan gay. Sampai tulisan ini dimuat, sebagian besar 'pemangsa' anak-anak itu belum juga tertangkap. Padahal mereka harus bertanggungjawab dengan aksi mereka yang telah menghancurkan masa depan anak-anak.

Melihat fenomena prostitusi anak di bawah umur untuk kalangan gay, tentu saja kita merasa shock, namun fenomena ini bukan sesuatu hal yang baru di Amerika.Menurut laporan sebuah jurnal psikologi, Psychological Report, kaum homo seksual menyebabkan 33% pelecehan seksual pada anak-anak,  padahal populasi mereka hanyalah 2 persen dari keseluruhan penduduk Amerika. Hal ini berarti 1 dari 20 kasus homo seksual merupakan pelecehan seksual pada anak-anak, sedangkan dari 490 kasus perzinaan 1 di antaranya merupakan pelecehan seksual pada anak-anak.

Selanjutnya, Corey dan Holmes, dalam penelitiannya menegaskan bahwa seorang gay mempunyai pasangan antara 20-106 orang per tahunnya. Sedangkan pasangan zina seseorang tidak lebih dari 8 orang seumur hidupnya.

Hampir mirip dengan hasil sebelumnya, Bell dan Weinberg, dalam penelitiannya menyatakan, 43% dari golongan kaum gay yang berhasil didata dan diteliti menyatakan bahwasanya selama hidupnya mereka melakukan homo seksual dengan lebih dari 500 orang. 28 persen melakukannya dengan lebih dari 1000 orang. 79% dari mereka mengatakan bahwa pasangan homonya tersebut berasal dari orang yang tidak dikenalinya sama sekali. 70% dari mereka hanya merupakan pasangan kencan satu malam atau beberapa menit saja.

Selain itu, menurut Science Magazine, demi untuk mendapatkan apa yang dicita-citakan kalangan gay, mereka memanipulasi data. Kalangan gay, menyatakan bahwa persentase sebenarnya kaum homo seksual antara 1-2 persen dari populasi Amerika, namun mereka menyatakan bahwa populasi mereka 10 persen dengan tujuan agar masyarakat beranggapan bahwa jumlah mereka banyak dan berpengaruh pada perpolitikan dan perundang-undangan masyarakat.

Sekilas Gay

Kembali ke kalangan gay di Indonesia, kemunculan mereka di Indonesia dimulai sekitar tahun1920-an. Pada tahun itu, komunitas homoseks mulai muncul di kota kota besar Hindia Belanda. Waktu pun berlanjut. Di Jakarta pada tahun 1969, organisasi wadam (baca: gay) pertama, Himpunan Wadam Djakarta (HIWAD).

Tanggal 1 Maret 1982, organisasi gay terbuka pertama di Indonesia dan Asia, Lambda Indonesia, berdiri, dengan sekretariat di Solo. Dalam waktu singkat terbentuklah cabang-cabangnya di Yogyakarta, Surabaya, Jakarta dan tempat tempat lain. Terbit juga buletin G: gaya hidup ceria (1982-1984). Akibat dari munculnya organisasi Lambda Indonesia, di tahun1992, terjadi ledakan berdirinya organisasi-organisasi gay di Jakarta, Pekanbaru, Bandung dan Denpasar. Juga di tahun 1993 Malang dan Ujungpandang menyusul.

Pada tahun-tahun selanjutnya, kaum gay makin banyak mendirikan organisasi dan komunitas, hanyasaja belum berani unjuk diri secara terang-terangan ke masyarakat Indonesia. Namun, akhir-akhir ini fakta itu bergeser, mereka berani tampil di media massa.

Menurut data Kementerian Kesehatan pada 2012, seperti dikutip harian republika, menunjukkan bahwa terdapat 1.095.970 Lelaki berhubungan Seks dengan Lelaki (LSL) alias gay yang tersebar di semua daerah. Lebih dari lima persennya (66.180) mengidap HIV. Sementara, badan PBB memprediksi jumlah LGBT jauh lebih banyak, yakni tiga juta jiwa pada 2011.

Padahal, pada 2009 populasi gay hanya sekitar 800 ribu jiwa. Mereka berlindung di balik ratusan organisasi masyarakat yang mendukung kecenderungan untuk berhubungan seks sesama jenis.

Jumlah gay tersebut menyebar secara merata di hampir setiap provinsi. Jawa Barat merupakan provinsi dengan jumlah LSL terbanyak. Sebanyak 300.198 orang yang terindikasi merupakan gay. Dari jumlah tersebut, sebanyak 4.895 orang merupakan penderita HIV/AIDS. Sementara itu, Jawa Tengah memiliki penderita gay dengan jumlah 218.227. Dari jumlah itu, sebanyak 11.951 orang terindikasi merupakan penderita HIV/AIDS.

Di DKI Jakarta, Sebanyak 27.706 warga ibu kota merupakan gay. Dari puluhan ribu gay di ibu kota, sebanyak 5.550 orang diduga menderita HIV/AIDS.

Sampai akhir 2013 terdapat dua jaringan nasional organisasi LGBT yang menaungi 119 organisasi di 28 provinsi. Pertama, yakni Jaringan Gay, Waria, dan Laki-Laki yang Berhubungan Seks dengan Laki laki Lain Indonesia (GWLINA) didirikan pada Februari 2007.
 
Jika melihat perkembangan di atas, baik di Amerika maupun di Indonesia, perkembangan kalangan gay sungguh sangat mengkhawatirkan. Mereka berkembang pesat tidak hanya dilakukan terhadap sesama pria dewasa, namun juga merambah ke anak-anak. Terbongkarnya prostitusi di Bogor, Jawa Barat, merupakan puncak gunung es, tak menutup kemungkinan terjadi juga prostitusi anak-anak di daerah lainnya, dengan jumlah korban yang lebih banyak.

Dalam pandangan penulis, apresiasi perlu diberikan pada pihak penegak hukum yang telah berhasil mengungkap prostitusi anak-anak tersebut. Polisi selain menangkap para mucikari, juga perlu untuk menangkap kalangan gay yang 'memakai' kalangan anak-anak. Hampir bisa dipastikan bahwa kalangan gay yang 'menggunakan' anak-anak tersebut tidak dalam bilangan yang sedikit, sebab korban dari pihak anak-anakpun tidak kurang dari 148 anak.

Para aparat penegak hukum harus memberikan hukuman seberat-berat bukan hanya kepada para mucikari, namun juga aparat penegak hukum harus memburu para gay yang telah menghancurkan masa depan anak-anak. Sebab tak mungkin ada supply (penyedia prostitusi anak), kalau tak ada demand (permintaan) dari kalangan gay yang sangat tinggi. Karena itu, mulai dari mucikari dan para pemakai harus dikenakan Pasal berlapis, mulai dari Undang-Undang No.11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, Undang-Undang No.44 Tahun 2008 tentang Pornografi, Undang-Undang No.21 Tahun 2007 tentang Perdagangan Orang, Undang-Undang No.35 tahun 2014 tentang Perlindungan Anak dan Perppu No.1 tahun 2016 tentang Hukuman Kebiri untuk Paedofil.

Kasus ini membuka mata kita bahwa kalangan gay yang merupakan bagian dari LGBT merupakan ancaman yang tak kalah mengerikannya dibandingkan narkoba. Kasus ini mengonfirmasi kepada kita semua bahwa praktek LGBT bukan perkara HAM sebagaimana yang selama ini dikampanyekan para penganutnya. Tapi kasus ini bisa dimasukan ke dalam tindak kejahatan, tindak kejahatan luar biasa atau extra ordinary crime bahkan.

Dari pemaparan di atas dapat disimpulkan bahwa prostitusi anak untuk kalangan gay merupakan sebuah ancaman bagi masa depan bangsa dan negara. Kalangan gay kini bukan hanya sebagai fenomena sosial, namun telah berubah menjadi fenomena criminal. Tak hanya itu, mereka juga telah berubah menjadi teroris yang menyebarkan horor kepada semua anak bangsa.

Bagi pihak para penegak hukum jangan ada sedikitpun untuk merasa ragu dalam menjatuhkan hukuman kepada para perusak moral dan penghancur masa depan bangsa ini. Ancaman narkoba sudah sangat menyulitkan para penegak hukum, kini ditambah lagi dengan teror untuk masa depan anak-anak kita. ***


Reni Marlinawati
Anggota Komisi X, DPR RI, Ketua Fraksi PPP 2014-2019 

Bank Sumut Kembalikan Fitrah Pembangunan, Kembangkan Potensi yang Belum Tergali

Sebelumnya

Berhasil Kumpulkan Dana Rp 30 Juta, Pemkot Palembang Sumbang Untuk Beli APD Tenaga Medis

Berikutnya

KOMENTAR ANDA

Baca Juga

Artikel Ragam