Komisi IV DPR RI meminta Presiden Joko Widodo (Jokowi) tetap memertahankan sikap tegas terhadap pelaku pembakaran hutan dan lahan. Pasalnya, saat ini pemerintah mulai terlihat ragu untuk mengusut tuntas kasus kebakaran hutan dan lahan, yang dibuktikan dengan munculnya foto bersama antara perwira Polda Riau bersama pengusaha kebun sawit.
"Saat ini Polri malah memersilahkan masyarakat untuk mengajukan praperadilan terhadap SP3 atas kasus pembakaran hutan dan lahan. Ini merupakan sikap yang buruk dari penegak hukum kita, di mana seharusnya hal itu adalah tanggung jawab yang harus dipikul, bukan malah lempar tanggung jawab ke masyarakat," jelas anggota Komisi IV Andi Akmal Pasluddin di komplek parlemen, Jakarta, Selasa (13/9).
Meskipun telah diklarifikasi oleh Divpropam Mabes Polri bahwa pengusaha yang hadir tersebut bukan bagian dari petinggi 15 perusahaan yang dikenakan SP3 (Surat Perintah Penghentian Penyidikan) kasus pembakaran hutan dan lahan, namun bukti foto akan menjadi preseden buruk karena akan membuat semakin buruknya kinerja pemerintah terhadap penanganan kejahatan lingkungan.
"Sebaiknya pemerintah segera kembali pada sikapnya yang konsisten. Karena setiap kejadian saat ini telah terekam secara baik oleh ingatan masyarakat dengan kemudahan teknologi yang ada, sehingga sangat mudah untuk membuka kembali arsip kejadian masa lalu," beber Akmal.
Dia menambahkan, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) yang selama ini menjadi mitra kerja Komisi IV sudah melakukan berbagai upaya untuk mengendalikan kebakaran hutan dan lahan. Namun, segala upaya yang dilakukan menjadi sia-sia apabila tidak didukung oleh penegak hukum, terlebih tanpa adanya political will dari seorang presiden.
"Kasus kejahatan pembakaran hutan dan lahan ini bukan kejahatan biasa. Dampak yang ditimbulkan mampu membunuh makhluk hidup termasuk manusia pada sebuah kawasan. Bahkan kerugian ini bukan saja dirasakan oleh bangsa sendiri. Negara tetangga juga ikut merasakan sehingga Indonesia menjadi bahan cibiran," jelas Akmal.
Bank Dunia mencatat bahwa selama 2015, kebakaran hutan dan lahan di Indonesia memberikan kerugian sebesar Rp 221 triliun dengan total luas lahan terbakar sekitar 600 ribu hektar. Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) mencatat, ada 503.874 jiwa menderita ISPA (infeksi saluran pernapasan akut) sejak Juli hingga Oktober 2015 di enam provinsi. Di kalimantan Timur saja, dampak kerugian mencapai 37 triliun rupiah.
Padahal, lanjut Akmal, sepanjang 2014, data yang dihimpun Unit Pelayanan Teknis Dinas Pencegahan Kebakaran Hutan dan Lahan (UPTD PKHL), kebakaran hutan dan lahan terjadi seluas sekitar 40 ribu hektar. Terjadi kenaikan hingga 15 kali lipat di tahun 2015 menjadikan karhutla tahun 2015 merupakan kejadian terburuk sepanjang 20 tahun terakhir.
"Saat ini KPK sudah mulai mendeklarasikan akan menangani kasus karhutla. KPK mengklaim sudah sesuai saran presiden dan sudah mulai konsultasi dengan Kementerian LHK. Ini merupakan hal bagusl. Semoga dengan terlibatnya KPK pada karhutla ini, citra penegak hukum dapat diperbaiki akibat terlanjur buruknya citra kepolisian pada foto bersama aparat dengan penjahat lingkungan," pungkas Akmal.
Diketahui, pada November 2015, Presiden Jokowi menginstruksikan kepada Kementerian LHK agar fokus pada upaya pencegahan karhutla agar tidak terulang kembali di 2016. Jokowi juga meminta Kementerian LHK untuk melakukan peninjauan kembali terhadap beberapa peraturan perundang-undangan, peraturan pemerintah, dan peraturan gubernur untuk menyisir dan menutup peluang pembakaran hutan serta lahan gambut. Bahkan, Jokowi pada 2015 juga telah berkomitmen untuk tidak memberikan izin baru bagi para pengusaha untuk mengelola lahan gambut. [hta/rmol]
KOMENTAR ANDA