Dubes Korea Utara An Kwang Il memanfaatkan momen silaturahmi dengan para wartawan senior di Kantor PWI Pusat untuk bercerita tentang kondisi negaranya. Terutama tentang Korea Utara yang kerap menjadi korban propoganda media-media Barat. Hal itu berlangsung sudah sangat lama, sejak negara Korea Utara bebas dari penjajahan Jepang di tahun 1948.
"Sudah nyaris 70 tahun, selama itu pula negara kami tak pernah digambarkan baik oleh negara-negara Barat," keluh An Kwang Il di hadapan wartawan Indonesia, di Jakarta, Selasa (6/9).
Menurutnya, musuh-musuh Korea Utara takut akan negara mereka karena itu melancarkan propoganda-propaganda lewat media massa. Ia menceritakan, Korea Utara belajar banyak dari sejarah bahwa dulu masyarakat Korea Utara pro terhadap Jepang, Rusia, Tiongkok, dan banyak negara lain atau pernah menjadi negara terbuka. Namun, negara-negara tersebut menguasai politik untuk kepentingan masing-masing, yang pada akhirnya mereka dijajah oleh Jepang. An Kwang Il mengakui, banyak sumber daya negara mereka dirampok oleh kekuatan asing pada masa itu.
"Dari pelajaran semacam itu kami berkesimpulan, nasib kami harus ditentukan dengan tenaga sendiri, maka kami punya falsafah sendiri," ceritanya.
"Sejak negara kami bebas dari penjajahan Jepang, negara kami dibagi dua kekuatan asing, yakni Amerika Serikat dan Rusia. Di Utara, kami mendirikan negara yang mengikuti jalan yang kami pilih sendiri, bagian selatan mengikuti kepentingan Amerika. Itu perbedaan di Semenanjung Korea," sambungnya.
Ia menyampaikan, Korea Utara menganut ideologi Juche, yakni berdaulat di bidang politik, berdikari di bidang ekonomi, membela diri di bidang pertahanan. Ini sangat berbeda dengan negara Korea Selatan, yang dipengaruhi oleh Amerika Serikat. Amerika pun meletakkan tentara-tentara mereka di Korea Selatan.
An Kwang Il menyebutkan Amerika Serikat menggunakan Korea Selatan sebagai batu loncatan untuk menguasai kawasan Asia Pasifik.
"Korea Selatan terlalu banyak terikat dengan Amerika. Bidang politik, ekonomi, khususnya bidang pertahanan dan militer. Mereka dapat pasokan militer dari Amerika," bebernya.
Bahkan, menurutnya kini susah membedakan budaya Korea Selatan dan Amerika, karena budaya lokal Korea Selatan sudah terbumbui budaya Amerika. Maka tak heran kemudian, Amerika sangat memusuhi negara Korea Utara, karena tidak bisa dipengaruhi layaknya Korea Selatan. Ia bahkan menunjuk hidung Amerika sebagai biang kerok isu-isu dan ketegangan yang terjadi di Semenanjung Korea saat ini, seperti isu senjata nuklir.
"Jadi itu penyebabnya, kenapa Amerika terus memusuhi kami," tegasnya.
Ia pun membeberkan, sejak akhir perang Korea tahun 1953, Amerika-lah yang justru melanggar kesepakatan gencatan senjata, setelah mereka memasok senjata-senjata canggih ke Korea Selatan, termasuk senjata nuklir. Jadi, bagi Korea Utara, Amerika dan Korea Selatan lah yang memicu Korea Utara pada akhirnya ikut mengembangkan senjata pemusnah massal itu.
"Sampai akhir 1980-an, Amerika sudah memasok lebih dari 2000 senjata nuklir ke Korsel. Itu mengancam kami. Karena itu kami mempersiapkan diri dan mengantisipasinya untuk mengimbangi kekuatan mereka," tandasnya.[rgu/rmol]
KOMENTAR ANDA