post image
KOMENTAR
JALAN sunyi kian akrab ditapaki Wak Ong. Kehidupan di dunia yang hening mulai mesra dirasakannya. Wak Ong semakin tawaduq, dan meresapi hakikat hidup. Bila malam tiba, Wak Ong yang sudah tak lagi bisa membedakan kesunyian malam dan kesunyian diri ini selalu terkenang kehidupannya di masa lampau. Masa ketika dia produktif berpetualangan dari tempat ke tempat. Menghabiskan masa muda dengan upaya pencarian jati diri dan eksistensi. Masa muda yang penuh api dan mempesona. Masa muda, dimana hanya ada "aku" dan tiada yang lain. Masa muda seorang pendekar pilih tanding.

"Ketika dia masih bisa mendengar, itu berarti ketika dia masih muda, sehat dan kuat. Semua kenal dengan dia," Demikian Burhanuddin, Kepala Lingkungan IV, Kelurahan Setia mengawali kisah

Wak Ong. "Kami takut, kalau Wak Ong Sudah kehabisan sabar. Dia ini tak suka obat-obatan. Preman yang tak suka obat-obatan tepatnya. Agak lucu memang. Sebelum tiba dipuncak kemarahan, biasanya Wak Ong hanya diam saja. Dia terus diam. Sampai suatu titik, dia akan mengamuk sampai kehilangan kesadaran. Pokoknya marah sehebat-hebatnya lah. Kalah orang mabuk obat itu," lanjut Burhanuddin, atau biasa dikenal sebagai Mak Etek oleh warga.

Kalau sudah demikian marah, biasanya Wak Ong hanya akan sadar bila Mak Etek datang dan berkata padanya, "Wak Ong, kau memang gila!"

"Wak Ong, gila kau! Nah kalau sudah begitu, parang di tangannya pun jatuh. Wak Ong pasti tertawa dan sadar," kata Mak Etek sambil tertawa.

Di dalam kesunyiannya, Wak Ong memulai jihadnya. Kegilannya dia tunjukkan dengan memusuhi peredaran narkoba di lingkungannya. "Sehari-hari dia jual ayam potong. Sederhana. Tak ada yang dipusingkannya. Sepanjang ini hidupnya hanya untuk tersenyum dan memerangi narkoba," lanjut Mak Etek. Sungguhpun Wak Ong berjalan
di kesunyian, namun ternyata jalan itu tak benar-benar sunyi.

"Kita ngomong begini, nggak dengar dia itu. Kita maki atau puji, dia tetap tersenyum dan ketawa. Karena itu kami saya padanya," kata Mak Etek.

Sayang itu menjadi-jadi, tatkala Wak Ong memproklamirkan diri sebagai penentang peredaran narkoba di lingkungannya."Dia korbankan uangnya sendiri demi membiayai perjuangannya. Dia cetak kaos kampanye anti narkoba. Dia buat spanduk dan karangan bunga yang berisi ajakan untuk meninggalkan narkoba," sambung Mak Etek dengan nada lemah.

"Tak pernah saya temui ada orang bodoh seperti ini. Yang mengorbankan keselamatannya sendiri, menghabiskan uangnya sendiri demi melawan narkoba," lanjut Mak Etek.

Maka sayang warga pun bertambah-tambah. Demikian pula Badan Kenaziran Mesjid Amal. Jamaah mesjid siap menjadi pagar hidup bagi Wak Ong.

"Wak Ong sudah membuat kami bangun. Sudah waktunya kami berdiri bersamanya. Mengawal kebersihan kampung kami. Wak Ong tak sendirian, dia punya kami. Kami akan melindunginya. Jihad melawan narkoba!" seru Mak Etek.

Bank Sumut Kembalikan Fitrah Pembangunan, Kembangkan Potensi yang Belum Tergali

Sebelumnya

Berhasil Kumpulkan Dana Rp 30 Juta, Pemkot Palembang Sumbang Untuk Beli APD Tenaga Medis

Berikutnya

KOMENTAR ANDA

Baca Juga

Artikel Ragam