Pakar pertahanan dan intelijen, Connie Rahakundini, menyayangkan sikap Presiden Joko Widodo yang menjadikan jabatan Kepala Badan Intelijen Negara (BIN) sebagai wadah kepentingan politik.
"Seharusnya jabatan Kepala BIN tidak hanya untuk menempatkan orang tertentu di waktu tertentu atau sederhananya jangan dipolitisir. BIN adalah lembaga yang harus mem-back up negara dan melindungi rakyat," kata Connie dalam diskusi di sebuah restoran di kawasan Menteng, Jakarta, Sabtu pagi (3/9).
Dia mengomentari dari berbagai aspek terkait pencalonan Wakil Kepala Polri, Komjen Pol Budi Gunawan, untuk jabatan Kepala BIN. Pertama, melihat sejarahnya, bagaimanapun juga kekuatan intelijen lebih kuat berada di militer, bukan di kepolisian yang kebanyakan tugasnya hanya memverifikasi kejadian yang sudah terjadi.
"Yang kta bicarakan adalah bagaimana fungsi BIN mengantisipasi sesuatu sebelum terjadi, peran intelijen adalah bagaimana sesuatu tidak sampai terjadi," tegasnya.
Dia tidak eksplisit menolak jabatan Kepala BIN dipegang oleh perwira tinggi berlatar kepolisian. Namun dia berpendapat tugas BIN sangat berat, yang ia istilahkan sebagai "wikipedia negara".
"BIN harus mengoordinasi semua intelijen, dan itu sesuai amanat undang-undang intelijen negara. Jangan sampai jadi tempat menampung politisi," jelasnya.
Bukti Jokowi menjadikan Kepala BIN sebagai tempat menampung kepentingan politik tercermin lewat kebijakannya pada Juli tahun lalu dengan memilih Sutiyoso yang berlatar belakang ketua umum partai politik.
Ketika moderator diskusi mempertanyakan apa dasar memvonis Budi Gunawan yang notabene adalah perwira Polri sebagai "politisi", Connie menjawab latar belakang politik Budi terlalu kuat.
"Kita semua tahu siapa yang ada di samping Budi Gunawan," singkatnya.
Selama ini, Budi Gunawan sangat dikenal memiliki kedekatan dengan Ketua Umum PDI Perjuanga, Megawati Soekarnoputri. Budi pernah bertugas sebagai ajudan Mega ketika menjabat Presiden RI. [hta/rmol]
KOMENTAR ANDA