Ada sejumlah langkah yang bisa menjadi solusi bagi persoalan-persoalan pengampunan pajak atau tax amnesty. Sebab, ketidaktahuan tentang tax amnesty telah menciptakan opini negatif terhadap kebijakan yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2016 itu.
Demikian disampaikan anggota Komisi XI DPR, M Misbakhun, saat erbicara pada rapat kerja Komisi XI DPR dengan Menteri Keuangan Sri Mulyani (SMI) di DPR, Jakarta (Rabu, 31/8), Misbakhun mengaku sudah melakukan studi dan diskusidengan berbagai pihak, termasuk elite di pemerintahan. Ternyata, katanya, ada persoalan-persoalan mendasar yang harus dituntaskan pemerintah dalam menerapkan tax amnesty.
Pertama adalah sosialisasi tax amnesty yang masih kurang mengena kepada masyarakat. Politikus Golkar itu mengatakan, program TA yang sebenarnya bermanfaat besar, justru dipelintir oleh pihak-pihak yang sebenarnya tak mengerti. Akibatnya, ketika informasi yang salah itu menyebar di masyarakat, maka tax amnesty pun dianggap sebagai hal negatif.
"Selama ini, wacana tax amnesty diintervensi opini orang yang belum baca UU Tax Amnesty itu sendiri. Dari viral di media, bisa ketahuan bahwa rata-rata yang memberi opini ternyata belum baca dan belum tahu isinya, lalu sok mengerti dan menasirkan sendiri. Artinya ini perlu penjelasan lebih detil dalam sosialisasi," kata Misbakhun.
Kedua adalah perlunya keteladanan dalam penerapan tax amnesty sehingga masyarakat mengikutinya. Politikus Golkar itu lantas mencontohkan langkah Presiden Joko Widodo menginisiasi pelaporan surat pemberitahuan tahunan (SPT) pajak pada tahun lalu. Kala itu, langkah Jokowi langsung diikuti elite parlemen, menteri, serta pejabat lainnya agar menyelesaikan SPT tepat waktu.
Misbakhun menegaskan, keteladanan juga akan membuktikan kepada masyarakat yang selama ini merasa takut menganggap TA adalah semacam jebakan batman. Menurutnya, kecurigaan semacam itu sebenarnya tak perlu.
Ia mengingatkan, tujuan tax amnesty agar basis pajak (tax base) nasional lebih besar. "Kalau tax base lebih besar, ke depan tarif pajak bisa ditekan lebih rendah," jelas Misbakhun.
Karenanya Misbakhun menyarankan ke SMI agar mendorong adanya keteladanan. "Saya usul, apakah mungkin Ibu Sri Mulyani mendorong strategi keteladanan ini dilakukan oleh profile penting republik ini," cetus mantan pegawai Ditjen Pajak itu.
Yang ketiga, Misbakhun juga mengingatkan jajaran Ditjen Pajak untuk lebih hati-hati menjawab pertanyaan masyarakat tentang tax amnesty. Ia menyarankan agar Ditjen Pajak menyusun buku manual untuk menginventarisasi seluruh permasalahan yang ditemui, sekaligus menyediakan jawabannya.
"Jadi manual book ini sebagai panduan. Jawabannya harus sama untuk seluruh aparat. Buku itu harus seragam dan didistribusikan ke seluruh Indonesia," kata Politikus Golkar itu.
Yang keempat, Misbakhun juga meminta agar SMI menunjuk seorang juru bicara definitif menyangkut isu tax amnesty. Hal itu berguna agar ada sosok satu pintu bagi Pemerintah untuk menjelaskan tax amnesty, khususnya di hadapan media massa. Strategi komunikasi Kementerian Keuangan juga diubah dengan tak sekedar bersifat reaktif.
"Kampanye ke media massa juga jangan berhenti. Jangan bereaksi ketika ada isu viral saja. Kita harus drive isunya. Maka harus ada strategi komunikasi medianya," ujar Misbakhun dalam raker tentang tax amnesty minus kehadiran Dirjen Pajak Ken Dwijugiastuti yang sedang kena sakit tipes itu.
Sedangkan SMI dalam jawaban tertulisnya atas pertanyaan Komisi XI yang disampaikan di awal rapat menjelaskan sejumlah langkah antisipatif Ditjen Perpajakan terhadap kemungkinan membeludaknya wajib pajak yang mengajukan amnesti pajak.
Yakni menambah jumlah pegawai yang ditugaskan; menambah sarana/prasarana serta peranat pendukung ditambah penyederhanaan proses di sistem informasi Ditjen; melaksanakan bimbingan teknis amnesti pajak dan program internalisasi berkelanjutan. Selain itu, Ditjen Perpajakan akan menyediakan saluran nomor telepon khusus untuk layanan konsultasi amnesti pajak.[rgu/rmol]
KOMENTAR ANDA