Kunjungan Presiden Joko Widodo untuk memeriahkan Karnaval Kemerdekaan Pesona Danau Toba (KKPDT) 2016 ternyata masih menyisakan persoalan.
Berbagai hal terkait acara penyambutan dan pakaian serta mahkota kebesaran yang dikenakan kepada Presiden Jokowi menjadi perhatian utama.
"Kami sangat berterima kasih atas kunjungan Presiden Jokowi selama empat hari di Danau Toba, ini membuktikan Jokowi sangat menjunjung tinggi nilai-nilai adat masyarakat Batak. Namun, kami bangso Batak memohon maaf kepada Jokowi dan keluarga atas perlakuan segelintir warga Batak yang tidak bertanggung jawab karena memunculkan polemik tentang topi adat yang dipakai Jokowi," kata tokoh masyarakat dari Kabupaten Dairi, Robin Sihotang di Jakarta.
Pihaknya meminta panitia pelaksana kunjungan Presiden RI ke kawasan Danau Toba juga meminta maaf. Pasalnya, panitia tidak mengikutsertakan masyarakat adat dalam menentukan busana terbaik untuk Jokowi.
"Setelah berkonsultasi dengan pakar adat Batak, topi mahkota tersebut seharusnya utuh berupa ulos yang dirajut, tidak boleh dipotong atau digunting karena di orang Batak ulos yang dipotong atau digunting dianggap satu penghinaan," kata bakal calon Bupati Dairi ini.
Pemberian mahkota tertinggi orang Batak untuk pimpinan tertinggi seperti kepada Presiden harus melalui prosedur yang melibatkan tokoh budaya dan adat batak secara keseluruhan. Demikian juga tongkat yang diberikan kepada Jokowi.
"Tidak boleh tongkat Tunggal Panaluan karena itu untuk dukun, tapi harus tongkat Balehat Raja, yang memang cocok diberikan untuk orang yang sangat dihormati," ucapnya dengan nada kecewa.
Robin Sihotang pun mendorong agar pihak panitia diaudit total. Sebagai putra Kabupaten Dairi, dia menangkap aspirasi sejumlah daerah di sekitar Danau Toba yang mengaku tidak puas terhadap kinerja panitia pelaksana.
Dari tujuh kabupaten yang mengelilingi Danau Toba, ternyata hanya empat kabupaten yang dilibatkan, yaitu Toba Samosir, Samosir, Tapanuli Utara, dan Humbang Hasundutan. Sementara itu, wilayah Simalungun, Dairi, Tanah Karo, Pakpak Bharat, dan Tapanuli Tengah tidak dilibatkan sama sekali.
"Saya sebagai putra Dairi sangat menyayangkan tida diberi kesempatan. Paling tidak, kami diwakili dengan pemberian ulos atau pesta adat batak. Jokowi melakukan kunjungan ke sana kan harusnya ke semua suku," kata kata alumni Fakultas Hukum Universitas Kristen Indonesia (UKI) ini lagi.
Tidak hanya itu, Robin menilai, daerahnya sama sekali tidak mendapat manfaat apa-apa dari pelaksanaan Festival Danau Toba yang sudah berjalan beberapa tahun belakangan.
"Festival ini kurang terasa berdampak buat kami di Kabupaten Dairi. Salah satunya karena koneksi antardaerah di wilayah Danau Toba memang masih sangat kurang,” kata pria yang sukses menggelar Lomba Lari Silangit Danau Toba 10K beberapa waktu lalu ini.[rgu/rmol]
KOMENTAR ANDA