Menko Kemaritiman Luhut Pandjaitan, yang merangkap Pelaksana Tugas Menteri ESDM membubarkan unit-unit dan tim ad hoc di Kementerian ESDM. Alasannya, tim ad hoc bikinan Sudirman Said itu dianggap bikin gemuk organisasi, juga boros. Kerjaan Sudirman Said (SS) diacak-acak nih.
Rencana pembubaran itu disampaikan Luhut saat ditemui di Kantor Kementerian ESDM, Jakarta kemarin. Luhut menyampaikan, kebijakannya itu dilakukan untuk merampingkan organisasi. "Kembali pada struktur yang ada. Kalau kurang baik diperbaiki. Kalau orangnya yang nggak baik, tinggal diganti," kata Luhut. Eks Kepala Staf Kepresidenan ini menyampaikan pembubaran sudah dilakukan sejak Selasa, 23 Agustus lalu.
Sekadar diketahui saja, selama hampir dua tahun menjabat menjadi Menteri ESDM, Sudirman Said telah membentuk beberapa tim. Di antaranya, Unit Pengendali Kinerja, Unit Pengendalian Percepatan Program Ketenagalistrikan Nasional (UP3KN), kemudian Tim Percepatan Pengembangan Energi Baru Terbarukan (P2EBT). Ada juga Komite Eksplorasi Nasional (KEN) dan Unit Percepatan Pembangunan Smelter Nasioal. Tim atau unit ad hoc itu dibentuk berdasarkan Keputusan Menteri ESDM Sudirman Said.
Luhut menyampaikan, fungsi-fungsi yang melekat pada unit-unit ad hoc bisa dijalankan oleh direktorat jenderal (ditjen). Misalnya, tugas UP3KN, cukup dilaksanakan oleh Ditjen Ketenagalistrikan saja. Atau tugas KEN, dapat diemban sendiri oleh Ditjen Migas. Begitu juga dengan Tim P2EBT, tugasnya bertubrukan dengan Ditjen Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi (EBTKE).
Penambahan unit-unit khusus, selain tugas dan fungsinya bertubrukan dengan ditjen-ditjen yang ada, juga membebani negara. "Kalau bikin organisasi tempel-tempelan kan jadi (nambah) cost. Jangan bikin organisasi yang tidak efisien, nanti bayar gajinya bagaimana? Saya mau yang sederhana, jangan sampai nanti diaudit jadi ada masalah," ujarnya.
Luhut menyampaikan saat ini masih menyiapkan Surat Keputusan (SK) pembubaran unit-unit ad hoc tersebut. Masih dirumuskan juga bagaimana kelanjutan program-program yang terkait dengan unit-unit itu. Yang jelas semua tugas pokok, fungsi, dan program unit-unit ad hoc kini dikembalikan pada masing-masing ditjen.
Sudirman Said memang termasuk yang rajin bikin tim ad hoc. Misalnya saja, usai mendampingi Presiden Jokowi ke tiga negara Timur Tengah: Arab Saudi, UEA, dan Qatar, September lalu. SS langsung bikin tim teknis untuk menindaklanjuti kerja sama dan investasi.
Contoh lain saat Kementerian ESDM mendorong penggunaan energi bersih. Untuk mendukung program ini, SS membentuk Tim Persiapan Pembentukan Kelembagaan Pusat Unggulan Energi Bersih atau Center of Execellence for Clean Energy (COE). SS bilang, tim tersebut tim persiapan. Tim akan selesai bertugas ketika institusinya sudah terbentuk, struktur organisasinya sudah terbentuk, bangunan fisiknya sudah berdiri, SOP-nya sudah terbentuk. "Bahkan tidak menutup kemungkinan, tim ini terserap menjadi permanen," kata SS, April lalu.
Pengamat energi dari UGM Fahmy Radhi mengapresiasi langkah Luhut membubarkan tim ad hoc di Kementerian ESDM yang menurut dia jumlahnya puluhan. Dia bilang, banyaknya tim ad hoc bikin organisasi gendut dan lambat bekerja. Bayangkan saja, banyak sekali terjadi satu orang terlibat dalam 10 tim. "Jadi saya kira ini tepat sekali. Sebagai upaya mengefisienkan kementerian. Karena tim ini kegunaan dan kerjaannya kadang tidak jelas," kata Fahmy saat dikontak Rakyat Merdeka, tadi malam. Fahmy menduga, dibentuknya unit-unit kerja tersebut untuk menambah penghasilan pegawai ESDM.
Namun, dia bilang, Luhut harus memilah dengan teliti unit-unit yang akan dibubarkan. Jangan sampai malah justru menghambat program andalan pemerintah. Misalnya, tim ad hoc percepatan pembangunan pembangkit listrik 35 ribu mega watt. Menurut dia, masih dibutuhkan tim ad hoc karena pengerjaannya lintas direktorat. "Mungkin beberapa masih dibutuhkan, tapi sebagian besar unit kerja ini memang harus dibubarkan," pungkasnya.[sfj/rmol]
KOMENTAR ANDA