Pemerintah Filipina bersitegang dengan PBB setelah pakar HAM PBB Agnes Callamard menyebut perang melawan narkoba di Filipina adalah sebuah kejahatan di bawah hukum internasional. Callamard menuding, program Presiden Rodrigo Duterte telah menewaskan sedikitnya 1.000 orang.
Namun kuasa hukum pemerintah Filipina, Salvador Panelo, menilai tudingan itu ceroboh. "Pemerintah tidak berada di luar "aksi main hakim sendiri" yang menyasar para pelaku kejahatan," kata Panello seraya menantang para pakar HAM PBB untuk datang ke Filipina dan melakukan investigasi.
"Jika Anda berada di New York atau tempat lain yang berjarak 10.000 kilometer dari Filipina dan Anda membuat sebuah penghakiman, maka itu adalah sebuah kecerobohan," ujar Panella.
"Semua pernyataan itu tak pada tempatnya dan tak berdasar. Mereka sebaiknya datang ke sini (Filipina) dan melihat sendiri kondisi sebenarnya," tambah Panelo.
Duterte (71), yang memenangi pemilihan presiden pada Mei lalu, sudah berjanji akan membunuh puluhan ribu tersangka penjahat untuk mencegah Filipina berubah menjadi negeri narkoba. Dia bahkan menawarkan uang hadiah bagi personel kepolisian yang berhasil membunuh para pengedar narkoba.
"Jika kalian mengenal seorang pecandu (narkoba), silakan bunuh mereka karena meyuruh orangtua untuk membunuh anak mereka akan terlalu menyakitkan," ujar Duterte seusai dilantik pada 30 Juni lalu.
Meski kalimat tersebut bernada ancaman dan ajakan membunuh, Panello mengatakan, PBB seharusnya tak menganggap pernyataan Duterte itu terlalu serius. "Dia hanya meminta agar rakyat bekerja sama dalam kampanya anti-narkoba yang digelarnya," lanjut Panelo.
Stasiun televisi terbesar di Filipina ABS-CBN menyebut, jumlah tersangka pengedar narkotika yang tewas sejak akhir Juni lalu mencapai lebih dari 1.100 orang. Jumlah orang yang tewas itu termasuk mereka yang menjadi korban main hakim sendiri dan jasadnya ditemukan bergelimpangan di jalanan dengan plakat yang menyebut mereka sebagai pengedar narkoba.
"Bagaimana Anda bisa menghentikan pembunuhan yang dilakukan sindikat? Kami tak bisa selalu melindungi mereka," tambah Panelo.
Kritikan terhadap kebijakan Duterte juga datang dari berbagai organisasi HAM, sejumlah anggota parlemen, dan pemimpin gereja Katholik. Pekan depan, parlemen Filipina mengatakan segera menggelar investigasi terhadap kemungkinan adanya pelanggaran HAM dalam operasi kepolisian.[rgu]
KOMENTAR ANDA