Panglima TNI Jenderal TNI Gatot Nurmantyo akhirnya menyatakan permintaan maaf atas penganiayaan aparat TNI Angkatan Udara (AU) terhadap warga dan wartawan di Sari Rejo, Medan, Sumatera Utara pada Senin lalu (15/8).
"Atas kasus tersebut, saya selaku Panglima TNI menyatakan permintaan maaf dan menyerahkan penyelesaian kasus tersebut kepada tim gabungan pencari fakta," ucap Gatot, di Mabes TNI, Cilangkap, Jakarta Timur, Kamis (18/8).
Panglima menyatakan itu setelah menyematkan tanda kehormatan kepada 78 perwira tinggi TNI.
Dalam kesempatan itu, Panglima juga menyatakan tugas TNI termasuk melindungi dan menjaga aset milik TNI. Memang, bentrokan itu dilatarbelakangi sengketa lahan antara warga Sari Rejo dengan TNI AU. Namun, karena terjadi penganiayaan terhadap warga, Panglima TNI pun meminta maaf.
Sejak terjadi dan diberitakan media massa, isu penganiayaan rakyat oleh aparat TNI AU ini memancing kegeraman publik.
Apalagi dari rekaman video yang beredar luas, aparat TNI AU tidak hanya melakukan penganiayaan terhadap warga dan jurnalis, tetapi juga melakukan sweeping ke teras masjid dan merusak kotak infak masjid.
Beberapa saat sebelum Panglima TNI menyampaikan permohonan tersebut, Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) mengirimkan surat yang pada intinya menyatakan keprihatinan atas insiden di Sari Rejo, Medan itu. PWI mengingatkan bahwa di dalam UU 40/1999 tentan Pers disebutkan bahwa dalam menjalankan tugas jurnalis mendapatkan perlindungan hukum.
"PWI Pusat meminta Panglima TNI khususnya Kepala Staf TNI AU memberikan sanksi kepada prajurit TNI AU yang telah melakukan penganiayaan tersebut, dan memberi sanksi kepada atasan mereka atas kelalaian dalam memberikan pembinaan," tulis surat yang ditandatangani Ketua Umum PWI Margiono dan Sekjen PWI Hendry Ch. Bangun.
"Ke depan, kami berharap prajurit TNI menjalankan tugas dalam koridor hukum sehingga tidak menimbulkan korban baik bagi masyarakat maupun insan pers," demikian PWI.[rgu/rmol]
KOMENTAR ANDA