Hingga saat ini, UU belum memperbolehkan seorang warga negara Indonesia memiliki dua kewarganegaraan.
UU Imigrasi yang baru hanya mengatur orang asing yang punya hubungan kekeluargaan dengan orang Indonesia diberikan status penduduk tetap. Hal ini untuk memudahkan mereka berkomunikasi dengan keluarganya di Indonesia.
"Nah baru sebatas itu kita boleh menganut soal dwikewarganegaraan itu," jelas Wakil Ketua DPR, Fahri Hamzah ketika ditemui di gedung Nusantara III, Senayan, Jakarta, Senin (15/8).
Fahri mengingatkan, masing-masing negara punya sumpah konstitusionalnya. Seperti Indonesia pun tidak mentolerir seorang warga negara yang juga loyal kepada negara lain. Sehingga tidak sepatutnya Presiden Jokowi mengangkat menteri yang masih berstatus warga negara lain. Ini jelas-jelas mengabaikan konstitusi.
"Ngangkat mentri tidak boleh sembarangan. Baru ketemu satu dua kali lalu diangkat jadi menteri," sindirnya.
Menurut dia, Jokowi seakan dibiarkan oleh orang-orang sekitarnya mengambil keputusan yang salah. Dalam memilih seorang menteri, presiden tidak bisa asal comot meski memiliki hak prerogatif. Ada proses yaqng harus dilewati. Presiden harus terlebih dahulu mendapat klarifikasi dari Badan Intelijen Negara tentang rekam jejak bersangkutan.
"Dari dia lahir pernah nggak dia tidak loyal kepada bangsa kita, pernah nggak dia melakukan sesuatu yang mengancam negara kesatuan dan sebagainya, harus ada evaluasinya," paparnya.
"Anda suruh seseorang jadi menteri itu artinya Anda suruh orang untuk jadi presiden di sektor itu. Begitu konsep UUD di Bab Keterangan mengatakan, menteri bukan pejabat negara biasa," tukasnya.[sfj/rmol]
KOMENTAR ANDA