post image
KOMENTAR
Ahok, kemarin, buka-bukaan soal keputusannya maju di Pilgub DKI lewat dukungan parpol. Kata dia, ini dilakukan atas saran Presiden Jokowi. "Pak Jokowi itu bos politik saya, saya tak mau berbeda pendapat dengan beliau," tegasnya. Hmm, sepertinya Ahok nyaman bener ya berada di bawah Jokowi.

Cerita itu disampaikan Ahok saat menjadi pembicara dalam konferensi nasional Young on Top, di Balai Kartini, Jakarta, kemarin. Di hadapan hadirin, Ahok bercerita tentang situasi politik termutakhir. Tak terkecuali rencananya untuk maju kembali di Pilgub DKI 2017.

Ahok bercerita alasan lain kenapa akhirnya mengambil jalur parpol. Padahal sudah ada 1 juta KTP di tangan. Dia beralasan, keputusannya itu diambil setelah bertemu Jokowi.

Dalam kesempatan itu, Jokowi mengingatkan akan risiko jika maju lewat jalur perseorangan. Bahwa tidak mudah memverifikasi 1 juta KTP. Dari pertemuan itu, Ahok akhirnya berani mengambil jalur parpol. Ahok memang tidak lugas, keputusannya itu karena Jokowi. Dia hanya bilang, tidak mau berbeda pendapat dengan bosnya di politik. "Saya harus tetap di bawah seorang Jokowi," kata Ahok.

Memang keputusan meninggalkan jalur perseorang itu bukan tanpa risiko. Dia dibully habis-habisan. Tapi, lanjut dia, Jokowi pun begitu. Sering dibully karena dinilai hanya sebagai petugas partai. Namun, kata Ahok, di balik itu ada rencana lain yang lebih besar. "Beliau itu (sebenarnya) bukan petugas partai. Beliau orang yang sangat sabar menanti saat yang tepat untuk 2019," ungkapnya.

Di Pemilu 2019, Pilpres dan Pileg digelar bersamaan. Saat itu, Ahok menggambarkan, Jokowi akan punya posisi sangat kuat, sehingga mampu mengajak parpol untuk mendukungnya. Dari awal, capres bisa menentukan siapa calon anggota DPR, dan para menterinya. Dengan begitu, sistem presidensil sangat kuat. Tidak seperti saat ini yang dinilai semi parlementer. Sebab semua keputusan mesti dirundingkan dulu dengan DPR. "Kita harus sabar. Menghadapi pertempuran itu harus ada hitung-hitungannya," ujar Ahok.

Eks Bupati Belitung Timur itu pun menegaskan, dukungan dari PDIP masih terbuka lebar. Kata dia, Ketum PDIP Megawati Soekarnoputri memintanya untuk sabar. PDIP pasti akan memilih calon yang terbaik. "Ibu (Mega) bilang tunggu saja. Maunya orang Jakarta seperti apa," ungkapnya.

Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto menegaskan bahwa partainya masih menggodok nama yang akan diusung di Pilgub DKI 2017. Dia bilang, Jumat malam memang ada pertemuan pengurus DPP dengan Megawati, di kediaman Mega. Hanya saja, belum memutuskan calon DKI. Partai lebih memprioritaskan pembahasan pilkada di daerah-daerah lain seperti Papua Barat, Gorontalo, Banten, dan Sulawesi.

"Semuanya mendapat tempat yang sama untuk diperlakukan secara adil dan bagaimana perjuangan mempersiapkan pemimpin di daerah tersebut sama pentingnya dengan daerah lain," kata Hasto.

Sebelumnya, Hasto mengingatkan Ahok bahwa membangun Jakarta tidak bisa sendirian. Butuh kerja sama dengan partai politik untuk membangun Ibukota. Dia mencontohkan, Presiden Jokowi pada masa awal pemerintahan yang kesulitan karena minim dukungan partai politik.

Pengamat Politik dari Universitas Paramadina Hendri Satrio mengatakan Ahok boleh saja berbangga diri ada di bawah mentor Jokowi. Namun, dia mengingatkan agar tidak berbangga hati dulu. Apalagi saat ini Ahok hanya didukung tiga parpol, dalam koalisi yang rentan pecah.

"Ahok boleh saja nyaman di bawah mentor Jokowi, tapi kalau gagal dapat dukungan percuma saja," kata Hendri, di Jakarta, kemarin.

Hendri bilang, kondisi Ahok dengan dukungan tiga partai yakni Golkar, Hanura dan Nasdem, tidak dalam posisi ideal. Bisa saja koalisi itu bubar di tengah jalan jika tidak bersepakat siapa yang akan menjadi calon wakil gubernur. "Jadi jangan petantang-petenteng. Kalau ada satu partai tidak setuju soal nama Wagub dan mundur maka Ahok tidak bisa maju," ujarnya.

Dia yakin, saat ini Ahok butuh tambahan dukungan partai. Masalahnya, sejauh ini parpol lain sudah tahu rekam jejak Ahok yang kurang baik dalam berpolitik. Ahok sekian kali lompat partai demi kepentingan karir politik. Sebetulnya, ada PDIP. Tetapi, PDIP meminta syarat, yaitu Ahok harus menjadi anggota partainya. Inilah yang membuat keduanya tidak bisa bertemu.

"Ahok juga tidak bisa menyalahkan PDIP. Karena targetnya sudah barang tentu ingin menang 100 persen. Cagub cawagubnya dari kader dia, sementara Ahok bukan kader PDIP. Seandainya Ahok masuk PDIP, akan sangat menyenangkan," jelasnya.

Hendri juga menyarankan, PDIP tidak perlu takut-takut mencalonkan kader internal. Masih ada banyak nama yang cukup bagus untuk dimajukan ke Jakarta meskipun kader tersebut saat ini masih memimpin di daerah lain.[rgu/rmol]

PHBS Sejak Dini, USU Berdayakan Siswa Bustan Tsamrotul Qolbis

Sebelumnya

PEMBERDAYAAN PEREMPUAN NELAYAN (KPPI) DALAM MENGATASI STUNTING DAN MODIFIKASI MAKANAN POMPOM BAKSO IKAN DAUN KELOR DI KELURAHAN BAGAN DELI

Berikutnya

KOMENTAR ANDA

Baca Juga

Artikel Peristiwa