post image
KOMENTAR
Setelah melewati perdebatan alot dan panjang, Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perppu) Nomor 1 Tahun 2016 tentang Perlindungan Anak akhirnya direspons positif oleh DPR. Hanya tiga fraksi yang menolak, sementara tujuh fraksi lainnya menyatakan setuju.

Bahkan, perppu yang lazim dikenal sebagai Perppu Kebiri ini rencananya akan ditingkatkan menjadi undang-undang. Hanya saja, para dokter yang bernaung di bawah Ikatan Dokter Indonesia (IDI) masih menolak ditunjuk sebagai eksekutornya. Selain itu banyak juga yang masih mempertanyakan pertimbangan apa saja yang akan diambil oleh pemerintah dalam membuat peraturan turunannya. Menteri Sosial Khofifah Indar Parawansa, salah seorang menteri yang ikut membidani penerbitan Perppu Kebiri ini memaparkan proses pembahasan perppu tersebut. Berikut ini petikan wawancaranya;

Ending Perppu Kebiri nanti sebenarnya bagaimana?

Perppu Kebiri sudah selesai di DPR, di Komisi VIII sudah disetujui oleh tujuh fraksi dari 10 fraksi.

Kapan akan disahkan seba­gai undang-undang?

Sekarang kan sedang masa reses DPR, kemungkinan akan dibuka pada tanggal 16 Agustus. Dan dalam waktu persidangan dalam bulan ini Insya Allah akan disahkan menjadi undang-undang.

Pelaku seperti apa yang akan disasar oleh Perppu kebiri?

Kalau itu sudah menjadi undang-undang, maka pelaku kekerasan seksual sangat mung­kin jikalau korbannya ternyata mengalami trauma yang sangat dalam.

Korbannya sampai mengalami IMS (Infeksi Menular Seksual), apalagi korbannya meninggal, lalu pelakunya adalah orang terdekat, atau pendidik, pejabat maka akan ada kemungkinan hukuman tambahan.

Maksudnya?

Kebiri adalah salah satu jenis hukuman tambahan.

Kenapa kebiri masuk dalam kategori hukuman tamba­han?

Karena hukuman tambahan bisa juga dalam bentuk pub­likasi identitas pelaku, bisa juga dalam bentuk pemasangan chip. Tapi jangan lupa, bisa juga dalam bentuk pemberatan (hukuman).

Pemberatan hukumannya seperti apa?

Pemberatan bisa seperti huku­man mati, dan hukuman seumur hidup. Jadi sangat tergantung pada proses pembuktian ba­gaimana korbannya dan siapa atau bagaimana pelakunya. Dua hal.

Contohnya?
Misalnya; apakah pelaku­nya orang terdekat, apakah pelakunya pengasuh, apakah pelakunya pendidik, apakah korbannya mengalami trauma yang sangat dalam, apakah korbannya sampai mengalami IMS, atau korbannya mening­gal, atau korbannya lebih dari satu, itu sangat mungkin bisa dikenakan hukuman tambahan dan hukuman pemberatan. Kalau pemberatan bisa seumur hidup atau hukuman mati.

Kalau tambahan berarti bisa kebiri, bisa publikasi identitas pelaku, dan bisa juga dalam ben­tuk pemasangan chip. Sehingga kalau nanti, di tempat-tempat umum, ada receiver maka akan ada sinyal tertentu.

Sejumlah dokter yang berhimpun di IDI kabarnya masih menolak menjadi ekse­kutor kebiri?

Sudah, pokoknya kita akan berbicara sebagai bagian dari pemerintah yang waktu itu mendapat mandat dari Presiden bersama Kementerian Kesehatan.

Komandannya Kementerian PPA. Dengan Kementerian Hukum dan HAM kita mewakili pemerintah hadir memba­has Perppu ini untuk menjadi undang-undang.

Oh ya, terkait sejumlah varian baru narkoba yang kabarnya banyak beredar dan dikonsumsi anak usia dini bahkan Paud?
Kita ada gerakan kerakyatan. Saya lebih senang menye­but gerakan kerakyatan untuk bisa mencegah kemungkinan korban-korban baru dari peny­alahguna narkoba itu (varian baru).

Kalau BNN (Badan Narkotika Nasional) sudah melakukan banyak hal, polisi melaku­kan banyak hal, maka seka­rang masyarakat harus berg­erak bahwa keluarganya bebas narkoba. Peran ibu menjadi penting, karena perubahan sikap anak akan terpotret oleh ibu-ibu. Maka di Muslimat, kita melakukan deklarasi Laskar Anti-narkoba, sudah hampir di seluruh Indonesia.

Sampai ke tingkat kecama­tan. Kita akan mem-bimtek (Bimbingan Teknis) untuk men­jadi motivator dan penyuluh masyarakat, apa saja sebenarnya varian-varian terbaru dari zat-zat adiktif atau narkoba. Lalu bagaimana cara mereka men­genali hal-hal yang mungkin bisa teridentifikasi sebagai orang yang addict (kecanduan). Karena mungkin tidak semua menge­tahui.

Cara sederhananya?

Misalnya anaknya sudah mu­lai menjauhi dari air. Karena biasanya yang addict itu takut air, ketika mereka suka berlama-lama mendengarkan musik, ketika kelihatannya mereka sudah menyendiri, sulit untuk diajak berkomunikasi. Nah ciri-ciri sederhana seperti itu harus diketahui masyarakat. Supaya langkah preventif-nya lebih efektif lagi.[rgu/rmol]

Kuasa Hukum BKM: Tak Mendengar Saran Pemerintah, Yayasan SDI Al Hidayah Malah Memasang Spanduk Penerimaan Siswa Baru

Sebelumnya

Remaja Masjid Al Hidayah: Yayasan Provokasi Warga!

Berikutnya

KOMENTAR ANDA

Baca Juga

Artikel Hukum