Keberadaan Ulos sebagai bagian penting dalam kebudayaan suku Batak di Sumatera Utara saat ini semakin tergerus oleh kemajuan industri tekstil. Pembuatan ulos yang tidak lagi dilakukan secara tradisional dengan bertenun membuat makna yang terkandung didalam ulos itu akan semakin hilang.
Demikian disampaikan Kepala Dinas Pariwisata Provinsi sumatera Utara, Elisa Marbun dalam sambutannya pada Seminar Nasional Ulos 'Kajian Akademik Tentang Pentingnya Ulos' di Aula FISIP USU.
"Ketika yang membuatnya mesin, maka makna dalam ulos itu akan jauh bebeda," katanya, Jumat (5/8).
Elisa menjelaskan, dalam setiap helai ulos yang dihasilkan oleh penenun memiliki makna yang tinggi sebab sang penenun membuatnya dengan berbagai tujuan tertentu dalam upacara adat nantinya. Bahkan, dalam proses pembuatannya, para penenun selalu memperlakukan ulos sebagai sebuah karya yang memiliki "kedekatan" makna dengan dirinya sendiri.
"Makanya ketika hendak membuatnya, ada penenun yang sampai berpuasa mendoakan benang yang akan ditenun menjadi ulos," ujarnya.
Meski memiliki nilai yang sangat tinggi, namun saat ini ia mengakui nilai ekonomis dari hasil karya para penenun tersebut sangat rendah. Hal ini membuat aktifitas bertenun ulos semakin ditinggalkan oleh masyarakat. Hal ini menurutnya menjadi penting untuk disikapi oleh pemerintah untuk kembali mendorong eksistensi para penenun dalam memproduksi ulos yang dibuat dengan cara bertenun.
"Kami akan usulkan agar para penenun medapat bantuan dari pemerintah. Dengan demikian mereka tetap mampu bertahan meski secara ekonomis nilainya masih rendah," ujarnya.
Seminar Nasional Ulos ini digelar Yayasan Pusuk Buhit yang terus mendorong agar Ulos mendapat pengakuan dari UNESCO sebagai warisan budaya.[rgu]
KOMENTAR ANDA