post image
KOMENTAR
APBN Perubahan 2016 sebesar 2.082 triliun yang baru diundangkan akhir Juni lalu dirombak lagi oleh Sri Mulyani yang baru sepekan diangkat menjadi Menteri Keuangan. APBN dipangkas lagi 133 triliun, padahal sebelumnya sudah dipangkas 50 triliun. Para menteri pasrah anggaran kementeriannya dipangkas, tapi rakyat bertanya-tanya: apakah ini menunjukkan Negara benar-benar semakin cekak?

Di hari pertama menjadi Menkeu, Sri Mulyani sudah menyampaikan bahwa APBN-P 2016 terlalu ambisius. Alasannya simpel saja, belanjanya jor-joran, tapi sumber pendapatan tak diperhatikan. Dan tak sampai sepekan, Ani, sapaan akrab Sri Mulyani, mengajukan proposal pemangkasan anggaran. Dia mendesain ulang APBN-P 2016 yang sudah disusun pendahulunya, Bambang Brodjonegoro.

Hal ini dilakukan agar postur anggaran tetap sehat. Ada dua pos anggaran yang kena pangkas, yaitu belanja kementerian dan dana transfer daerah. Jika pada APBN Perubahan, Juni lalu, anggaran yang dipangkas sebesar Rp 50 triliun, kali ini pemangkasannya jauh lebih besar yaitu Rp 133 triliun, terdiri dari belanja kementerian Rp 65 triliun dan dana transfer daerah Rp 68,8 triliun.

Ani yakin pemangkasan tersebut akan berdampak positif pada pencapaian target pertumbuhan ekonomi yang dipatok di angka 5,2 persen. "Saya yakin bisa (tercapai). Karena pemangkasan tidak memotong anggaran infrastruktur," kata Sri, usai menutup Forum Ekonomi Islam Dunia, di JCC Senayan, Jakarta, kemarin.

Sejumlah menteri mendukung dan menyambut positif pemotongan ini. Misalnya Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti. Padahal, untuk pemotongan kali ini, anggaran KKP yang dipotong cukup besar, yakni 42 persen. Atau Rp 5,5 triliun dari anggaran awal Rp 13,9 triliun.

Susi bilang, selama ini sebagian anggaran di kementeriannya justru digunakan untuk kegiatan yang kurang produktif. "Jadi saya sangat mendukung," kata Susi, di kantornya, kemarin.

Senada disampaikan Menteri Perdangan Enggartiasto Lukita. Dia mengaku siap menyisir anggaran belanja yang tidak terlalu penting. Dia bilang, pemangkasan tersebut tidak akan menghambat program-progam yang berdampak pada pertumbuhan ekonomi dan mengatasi kemiskinan. Misalnya program operasi pasar. "Kalau bisa berhemat, kenapa harus boros," cetusnya.

Hanya beberapa menteri yang kurang happy dengan kebijakan Sri Mulyani ini. Sebut saja misalnya, Menteri Sosial Khofifah Indarparawangsa. Wajar saja. Soalnya, dalam pemotongan sebelumnya, anggaran Kemensos sudah dipangkas Rp 1,58 triliun. Padahal, lanjut dia, Kemensos mendapat tugas baru yakni rehabilitasi sosial bagi pelaku, korban dan keluarga korban kekerasan seksual. "Mudah-mudahan tidak (ada pemangkasan) lagi ya," kata Khofifah, Rabu (3/8) lalu.

Serupa disampaikan Menteri PUPR Basuki Hadi Muljono, yang cukup keberatan jika anggaran kementeriannya dipangkas kembali. Padahal, Juni lalu anggaran kementeriannya sudah dipangkas Rp 7 triliun, sehingga menyusut menjadi Rp 97 triliun.

Basuki memastikan, pemangkasan kali ini tidak akan mengganggu proyek infrastruktur. Dia bilang, pihaknya akan mengurangi belanja perjalanan dinas dan proyek yang belum terkontrak. "Ini pun masih perlu dilihat kembali," ucapnya.

Pengamat ekonomi yang juga Rektor Universitas Paramadina Prof Firmanzah menyampaikan, pemangkasan anggaran kementerian dan dana transfer daerah di RAPBNP 2016 sudah tidak terelakkan. Cara itu dianggap sebagai satu-satunya cara untuk menyehatkan postur anggaran.

Jika menggenjot dari sisi realisasi penerimaan pajak rasanya sangat sulit. Begitu pun jika menambah utang negara. Prosesnya agak lama dan ribet. Karena harus dikonsultasikan dulu ke DPR. Selain itu penerbitan surat utang harus melihat kondisi ekonomi saat ini. "Satu-satunya cara yang masuk akal adalah menghemat anggaran belanja," kata Firmanzah, saat dikontak Rakyat Merdeka, tadi malam.

Hanya saja, ada beberapa hal yang harus diperhatikan dalam pemangkasan tersebut. Pertama, jangan sampai memotong anggaran-anggaran prioritas, atau anggaran yang berdampak langsung pada lapangan kerja, dan pengurangan angka kemiskinan. "Dengan pemangkasan ini justru akan memberi sinyal kuat kepada pasar bahwa postur anggaran saat ini lebih kredibel," ungkapnya.

Dia berharap, agar tidak ada lagi pemangkasan-pemangkasan anggaran, pemerintah harus lebih realistis dalam menyusun APBN 2017. Misalnya memperhatikan kondisi perekonomian dunia yang tertekan, perekonomian nasional yang lesu, harga komoditas yang masih tertekan yang berpengaruh pada penerimaan pajak ekspor. "Dan jangan lupa target pertumbuhan ekonomi ditetapkan lebih realistis. Ini akan berdampak positif," tuntasnya.

Senada disampaikan Guru Besar Ekonomi Pembangunan UII Yogyakarta, Prof Edi Suwandi Hamid. Dia mengapresiasi langkah Sri Mulyani yang dianggapnya paham dan berani mengambil kebijakan tersebut.

Dia bilang, kondisi anggaran negara saat ini memang sedang tertekan. Ibaratnya lagi bokek. Gara-garanya, realisasi penerimaan pajak yang meleset jauh dari target. Cara satu-satunya agar postur anggaran tetap sehat adalah berhemat. Meskipun, kata dia, kebijakan ini bukan tanpa akibat. Akan ada sejumlah menteri dan pemerintah daerah yang teriak-teriak, karena program berkurang, dan tertundanya desentralisasi pembangunan. "Saat kondisi sulit, mau tak mau harus kencangkan ikat pinggang," kata Edi, kepada Rakyat Merdeka, tadi malam.

Hanya saja, dia bilang pemerintah harus selektif dalam memangkas anggaran. Misalnya, hati-hati memotong anggaran pendidikan dan sosial, juga lebih selektif dalam membangun infrastruktur.

Terpisah, anggota Komisi XI DPR Heri Gunawan menilai, Sri Mulyani tak berhak dan tak memiliki dasar untuk mengubah postur anggaran dalam APBN Perubahan yang baru diketok DPR pada Juni lalu.

"Dasarnya apa? Asumsi makro kan sudah disetujui, sudah dijadikan undang-undang sebelum DPR reses. Kalau pemerintah menyatakan seperti itu, berarti ada ketidakpercayaan pemerintah terhadap pendapatan," ucapnya, kemarin.

Heri menegaskan, pemerintah tak boleh main-main dengan politik anggaran. Sebab, masyarakat, iklim usaha, dan dunia internasional membutuhkan kepastian dan menginginkan APBN yang kredibel.

"Yang buat (APBN) kan pemerintah. Kalau pemerintah yang buat, kemudian mereka juga yang merevisi, namanya main-main," sindirnya. [hta/rmol]
 

Kemenkeu Bentuk Dana Siaga Untuk Jaga Ketahanan Pangan

Sebelumnya

PTI Sumut Apresiasi Langkah Bulog Beli Gabah Petani

Berikutnya

KOMENTAR ANDA

Artikel Ekonomi