post image
KOMENTAR
Almarhum Freddy Budiman, narapidana gembong narkoba yang dieksekusi mati pada Jum'at (29/7) dini hari lalu meninggalkan jejak kasus suap. Nilainya tidak kecil.

Berdasarkan pengakuan Freddy, dalam catatan berjudul 'Cerita Busuk dari Seorang Bandit' yang diposting Koordinator Komisi Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) Haris Azhar dalam akun Facebooknya ada sekitar Rp 450 miliar yang disetor ke oknum Badan Narkotika Nasional (BNN) dan Rp 90 miliarke oknum polisi agar usaha haramnya langgeng.

Hebatnya, uang sebanyak itu katanya mengalir ke sejumlah elite penegak hukum. Dia men­gaku pernah memanfatkan jasa oknum jenderal bintang dua TNI untuk mengamankan lalu lintas pengiriman narkoba miliknya. Menggunakan kendaraan dinas sang jenderal, dia bersama sang jenderal mengangkut narkoba un­tuk diantar ke kliennya. Dengan pengaruh yang sedemikian besar, tak heran, jika Freddy bisa leluasa mempertahankan bisnis narko­banya dari balik jeruji besi.

Menurut Haris, pengakuan Freddy itu telah disampaikan sejak tahun 2014. Lalu kenapa baru dibongkar sekarang? Simak wawancara lengkapnya kepada Rakyat Merdeka;

Kepala BNN Budi Waseso menantang Anda untuk mem­buktikan pengakuan almar­hum Freddy?
Wah seandainya saya penegak hukum, saya buktikan.

Lho kok begitu?
Jadi dia melempar bola ke saya yang nggak punya raket. Dia ngajak orang main bad­minton pada orang yang nggak megang raket. Saya kan orang yang nggak punya raket kalau ibarat main badminton. Nah itu menurut saya (Buwas) salah me­nanggapi fenomenona isu ini.

Harusnya bagaimana?
Ya harusnya dia melapor ke Presiden. Ke atasannya. Ajak ketemu dengan Pak Tito, Kapolri untuk cari solusi mem-follow-up petunjuk dari saya. Bukan dibebankan pada saya, begitu. Kalau saya ngomong-ngomong begini lagi kan dia nggak per­caya lagi.

Lantas, apa maksud Buwas ngomong begitu?
Menurut saya nih, jawaban-jawaban kayak seperti gini nih modus saja untuk menghindar.

Apa Anda diberitahu oleh Freddy siapa saja nama-nama penerima suap di institusi BNN dan Polri?
Sementara saya nggak mau jawab, bisa dilacak kok. Tinggal soal kemauan. Kan saya udah bilang, tinggal kemauan dan keberanian negara saja. Kalau nggak merasa mau dan berani, ya sudah. Berarti negara mem­biarkan mafia narkoba terus bekerja.

Pelaku atau juru kunci dari kasus suap ini kan sudah diek­sekusi mati. Apa masih bisa diungkap?
Begini, satu kejahatan mafia narkoba seperti ini, itu melibat­kan banyak orang. Jadi nggak mungkin dong. Kan saya sudah bilang, di catatan Freddy itu ke saya, di kesaksian Freddy itu ke saya. Dia bilang gini, kan nggak mungkin mendatangkan barang yang begitu banyak dan begitu besar, tanpa saya melibatkan banyak pihak supaya lolos. Ya kan. Nah, jadi saya mau bilang ya nggak mungkin juga dia sendirian.

Lalu?
Nah Freddy adalah orang yang terlibat dalam untuk men­datangkan barang itu, yang mau bicara. Yang lain kan nggak mau bicara. Gitu.

Tapi mau apa lagi, dia kan sudah dieksekusi mati?
Saya sih menyesali dia diek­sekusi. Dan menurut saya, ek­sekusi terhadap Freddy Budiman adalah bagian untuk menutupi ter­bongkarnya mafia narkoba ini.

Sudah sejak kapan sebe­narnya informasi itu, disam­paikan pada anda?
(Tahun) 2014.

Nah, kenapa baru sekarang informasi ini Anda buka?
Wah saya kan punya prosedur kerja. Saya kan advokat, jadi saya menempuh beberapa cara. Kita itu di Kontras, membuka sesuatu itu bukan dapat langsung buka, dapat langsung buka. Ada banyak step yang harus kita lakukan dalam melakukan advokasi hak asasi. Anda dapat informasi, anda verifikasi dulu, cari dulu kebenarannya, dan lain-lain. Cari dulu, kalau sudah verifikasi (tapi) gagal, kegagalan itu terdeteksi atau tidak.

Langkah apa saja yang sudah Anda tempuh, setelah mendapatkan pengakuan Freddy itu?
Nah saya dan teman-teman di Kontras sudah coba follow-up informasi itu. Saya coba cari pledoi-nya, tidak dikasih. Tidak ketemu. Eee... Saya coba tempuh cara tertentu untuk mendapatkan pledoi juga tidak bisa, gitu.

Lalu, Anda berhenti?
Terus sesudah saya lihat tidak bisa, saya lihat kondisi di repub­lik ini. Siapa yang bisa saya ajak ngomong. Karena ini informasinya bombastis. Saya nggak mau juga ngasih informasi itu tapi tidak di-follow-up. Jangankan yang kayak begini, ada satu kasus yang nggak terlalu besar begini saja, kita kasih nggak di-follow-up. Yang resiko poli­tiknya nggak besar. Apalagi isu kayak begini. Saya juga nunggu momentum, saya harus cari orang yang tepat.

Dapat nggak siapa orang yang tepat itu?
Gelombang pertama, gelom­bang kedua itu momentum-momentum yang tepat untuk dibicarakan. Tapi sepatutnya saya mau bicara seperti apa. Terus terang saja nggak ada yang bisa dipercaya dari rezim hari ini.

Masak sih?
Nah, masuklah ke orang yang namanya Johan Budi. Terus terang saja saya bisa akses dia. Dan dia mau terima saya (untuk komunikasi). Saya kasih tahu hari Senin kemarin. Eksekusi kan hari Kamis (Jum’at dini hari), hari Senin saya kasih tahu informasi ini. Dia minta saya tidak ngomong ke media, karena dia mau ngomong ke Presiden. Oke saya bilang.

Hasilnya?
Tapi saya nunggu sampai hari Kamis, nggak ada perkemban­gan apa-apa. Gitu. Sampai hari Kamis, saya tanya lagi ke dia. Dia bilang, dia belum bisa bicara sa­ma Presiden. Oh ya sudah, kalau gitu saya buka. Jadi, saya minta maaf juga ke teman-teman me­dia. Dan bahkan saya nawarin ke satu media, untuk naikin tulisan saya. Dia nggak mau. Gitu.

Kenapa nggak coba ke me­dia lain?
Ya saya bingung, ngetes saja satu. Satu nggak mau, ya sudah. Repot juga media kan, rapat redaksi dulu, nanya dulu, ah ya sudah deh. Capek. Broadcast aja udah ke Whatsapp.

Ada bukti kuat apa kira-kira yang bisa dipakai untuk jalan masuk, bahwa kasus ini bisa dibongkar?
Ada. Tapi saya nggak mau buka sekarang. Tapi ada.

Jadi, kalau suatu saat diminta, anda punya ya?
Ada. Saya bisa kasih petun­juk-petunjuk itu. Lebih lan­jut. Karena begini juga yang kita mesti tahu, orang-orang ini kan juga kan orang-orang penegak hukum yang terlibat ini. Sebagian juga oknum-oknum (berpangkat) tinggi. Jabatan-jabatan tinggi dalam penegakan hukum. Jadi mereka tahu juga.

Kalau melibatkan oknum-oknum elit penegak hukum, optimis nggak bisa dibongkar?
Saya sih berterima kasih ya. Dukungan publik sih besar seka­li. Jadi ya kalau melihat antusi­asme publik sih luar biasa. Jadi saya berharap dukungan publik akan terus ada dan menyala su­paya bisa membongkar itu.

Jadi anda menyesalkan eksekusi mati Freddy?
Saya menyesalkan. Karena menurut saya, saya punya du­gaan dan keyakinan kuat sebet­ulnya di level tertentu para pen­egak hukum itu tahu Freddy itu punya potensi link-nya ke mana. Dan memang mengeksekusi Freddy itu menjadi bagian yang penting untuk menghilangkan jejak. Sampai di situ, sebenarnya Jaksa Agung (harus) bertang­gung jawab.

Terakhir?
Sekali lagi saya mau katakan, tinggal soal kemauan dan kebera­nian saja kok. Saya yakin kalau melihat perangkat hukum ya, yang ideal harusnya sih bisa.[rgu/rmol]

LPM dan FKM USU Gelar Edukasi Kesahatan dan Pemberian Paket Covid 19

Sebelumnya

Akhyar: Pagi Tadi Satu Orang Meninggal Lagi

Berikutnya

KOMENTAR ANDA

Baca Juga

Artikel