Gubernur Aceh, Zaini Abdullah, mendeklarasikan kembali maju pada Pemilihan Gubernur Aceh 2017 mendatang. Zaini menggandeng H. Nasaruddin, yang saat ini menjabat Bupati Aceh Tengah. Pasangan ini maju lewat jalur perseorangan alias independen.
Dalam jumpa pers di halaman Hotel Aceh, Banda Aceh, Minggu (31/7), Zaini Abdullah menjelaskan alasannya kenapa mencalonkan kembali. Sebab banyak yang menilainya, bahkan menyampaikan secara langsung, sebaiknya dirinya mundur dari hiruk pikuk dunia politik. Disebutkan juga, dalam usia 76 tahun saat ini, bukan tempatnya lagi baginya seakan haus kekuasaan dan jabatan.
"Saya juga membaca banyak kritikan di media dan komentar di media sosial. Sungguh saya panjatkan syukur saya terdalam, bahwa seluruh kritikan itu saya anggap anugerah dari Allah SWT, yang senantiasa memperingatkan hambanya," ucapnya.
Namun, dia teringat seseorang yang hingga akhir usianya tetap memegang teguh prinsip dan tujuan perjuangannya. Yaitu, Wali Nanggroe, Tgk. Muhammad Hasan Tiro yang sejak deklarasinya di Gunung Halimon, hingga ditandatanganinya kesepakatan damai antara GAM dan Pemeritah Indonesia di Helsinki, tidak pernah mundur dari tujuan perjungannya, menjaga Marwah dan memberikan kesejahteraan bagi rakyat Aceh.
"Pada saat kakinya menyentuh kembali tanah yang dibelanya, dia bersujud dan berkata, 'Saya telah kembali'. Sebelum wafat, Wali Hasan Tiro berpidato di Masjid Baiturrahman dan sebanyak tiga kali dia mengulang wasiat, 'Jagalah Perdamaian Aceh, Jaga kedamaian, ini pintu menuju kesejahteraan'," katanya mengutip tokoh Gerakan Aceh Merdeka tersebut.
Dia menegaskan jika jabatan yang ia inginkan, tentu dirinya tidak akan berbaris bersama seorang yang keras seperti Hasan Tiro. Dirinya lebih memilih jalan lain yang lebih aman dan nyaman. Tapi tidak. Di saat usia muda, dia memilih menjadi bagian dari Gerakan Aceh Merdeka (GAM).
"Perjanjian damai Helsinki sudah kita sepakati dan disanalah seluruh pijakan perjuangan saya pertaruhkan. Termasuk menjaga amanah Sang Wali untuk menjaga perdamaian. Kekuasaan bagi saya adalah kehormatan menjaga sebuah janji yang dipegang teguh hingga nafas terakhir.Dari sana seluruh kesungguhan dan perjuangan politik saya tempatkan," ucapnya.
Dalam kesempatan tersebut, dia pun menjelaskan bahwa dirinya maju lewat independen setelah memutuskan mundur dari Partai Aceh. "Bisa saudaraku bayangkan, menitik air mata ini, bersimbah bersama kenangan menemani almarhum (Hasan Tiro). Sesaat sebelum saya harus menandatangani surat pengunduran diri saya dari Partai Aceh. Partai yang didirikan sebagai pelanjut perjuangan menuju rakyat Aceh yang merdeka dan sejahtera," imbuhnya.
"Tapi jalan itu saya tempuh, saya tidak sedih karena saya harus mundur, saya justru merasa kehormatan saya dicabut paksa, kehormatan untuk tetap berada didalam garis perjuangan. Seakan terusir dari rumah sendiri, saya bungkus semua bekal nilai perjuangan dan melangkah keluar pagar. Tapi saat saya palingkan wajah untuk terakhir kalinya, saya katakana sebagaimana Wali ketika kembali dan menginjakkan kaki di Pidie… 'Saya Sudah Kembali!" Benar saya mundur, tapi cita-cita dan jiwa saya masih tetap kokoh bersama merah hitam putihnya Partai Aceh," tandasnya.
Karena seraya mohon doa restu, dia meyakinkan dia maju sebagai lagi sebagai cagub bukan demi kekuasaan, bukan demi jabatan, apalagi demi harta kekayaan. "Ini adalah garis yang harus saya ambil, permintaan saya hanya satu jangan rampas kehormatan saya, tidak ada yang lebih terhormat bagi saya, selain melihat cita-cita kesejahteraan dan marwah rakyat Aceh terwujud," tandasnya.
Selain itu, dia juga hanya ingin menjaga wasiat terakhir Wali Hasan Tiro untuk menjaga perdamaian. Salah satu yang bisa menjamin itu adalah dengan menjadi gubernur.
"Maka selagi nyawa saya masih bersemayam dan tubuh saya masih diberi kekuatan gerak. Maka tidak akan mundur, tidak akan surut dan tidak akan berhenti saya memastikan bahwa Kursi Nanggroe Satu, tidak jatuh ke tangan orang yang berpeluang membelokkan jalan perdamaian yang sudah kita rasakan bersama. Tidak akan pernah!" tegasnya lagi.
Dia menambahkan, sebelum menggelar jumpa pers tersebut, dirinya bertemu dengan sejumlah ulama terkemuka di Aceh untuk meminta restu dan pendapat. "Mereka meguatkan saya, bahwa mengejar kekuasaan haruslah seperti 'azan', bergema lima waktu sehari, lantang dari masjid Baiturrahman hingga surau-surau di pelosok Nanggroe," tukasnya.
Dia menjelaskan seruan azan bukan paksaan untuk diikuti. Azan tidak menyuarakan hukuman bagi yang tidak memenuhi panggilan.
"Begitulah kekuasaan harus kita kejar, menyeru secara konsisten tanpa kecewa jika kelak ternyata tidak lagi diinginkan rakyat. Azan itu jugalah yang sampai ke telinga saudara saya Nasaruddin, seorang tokoh dari Aceh Tengah, tergerak hati beliau, maka atas keihklasannya saya sepakat untuk mengikat janji, sebagai pasangan calon Gubernur dan Wakil Gubernur Aceh Periode 2017-2022," pungkasnya. [zul]
KOMENTAR ANDA