Pilihan Basuki Purnama (Ahok) untuk maju sebagai calon gubernur Jakarta dari partai politik adalah pilihan logis yang pasti sudah direncanakan sejak awal.
Sedangkan kelompok Teman Ahok, yang dari awal mengklaim mendukung Ahok maju lewat jalur independen dengan target mengumpulkan 1 juta KTP, adalah alat politik untuk memanipulasi dukungan rakyat dan menjadi alat mengangkat posisi tawar kepada parpol.
"Teman Ahok itu kan hanya strategi untuk mengelabui dukungan publik terhadapnya. Dia dari awal pasti ingin maju dari parpol karena jalur parpol adalah jalur yang paling aman," kata pakar hukum tata negara dari Universitas Parahyangan Bandung, Asep Warlan Yusuf, ketika dihubungi wartawan, Kamis (28/7).
Dia yakin Teman Ahok dibentuk bukan untuk memenangkan Ahok, melainkan memenangkan dukungan partai politik. Karena itu, ketika dukungan dari parpol itu sudah didapat maka selesai sudah tugas teman Ahok.
Dia mengatakan, Ahok justru terlihat bodoh jika dukungan dari parpol telah didapatkan tapi tetap maju sebagai calon independen. Alasannya, bagaimanapun juga jika ia terpilih menjadi Gubernur akan membutuhkan dukungan DPRD yang tidak lain kaki tangan parpol.
"Belum lagi persoalan verfikasi dukungan, berat bagi Ahok maju sebagai calon perorangan. Kalau dia maju sebagai calon perorangan, bisa jadi malah parpol kompak menyerang balik dan kasus-kasus yang menyebut namanya justru akan didorong. Bukannya jadi gubernur, Ahok malah jadi tersangka," tutur Asep.
Selain itu, Asep menyayangkan rusaknya tatanan demokrasi dalam proses Pilkada DKI ini. Gambaran demokrasi di DKI sudah tidak sehat, tidak produktif, dan nilai demokrasi luluh lantak akibat ulah Ahok dan para pendukungnya.
"Bukan contoh yang baik buat daerah lain karena penuh dengan intrik, penuh jegal, parpol juga seperti tidak punya prinsip, tidak ada kaderisasi dan lain-lain," demikian Asep.[sfj/rmol]
KOMENTAR ANDA