Perombakan kabinet atau reshuffle seharusnya menghasilkan susunan baru yang ideal sesuai visi misi pemerintah atau untuk memaksimalkan kinerja kementerian.
Sayangnya, reshuffle jilid II Kabinet Kerja yang diumumkan Presiden Joko Widodo hari ini sangat bersifat pragmatis untuk menampung kekuatan politik pendukung presiden.
Demikian disampaikan analis politik, Ray Rangkuti, Rabu (27/7). Menurut Ray, daftar nama tokoh yang baru masuk kabinet dan juga mereka yang dikeluarkan dari kabinet bisa menjelaskan penilaiannya.
Ray mengungkapkan nama-nama yang sebenarnya baik dan menunjukkan kinerja bagus, serta sesuai dengan visi misi yang diklaim presiden, malah terpinggirkan. Sedangkan para penggantinya adalah orang-orang yang menguatkan indikasi pragmatisme dan akomodasi politik.
"Sebut saja Wiranto, Sri Mulyani dan Enggartiasto Lukito. Jatah partai sama sekali tidak dikurangi. Hanya berganti nama dan posisi. Hanya Hanura yang kehilangan satu kursi untuk diberikan kepada parpol lain. Jokowi hanya mengakomodasi kehadiran partai-partai baru," beber Ray
Karena sifatnya pragmatis dan politik, reshuffle kedua ini mengaburkan visi misi presiden untuk membangun Indonesia berdasar prinsip Trisakti Bung Karno.
Wajah-wajah baru di posisi kabinet, khususnya kabinet ekonomi, bukan mereka yang dikenal sebagai pegiat ekonomi kerakyatan.
"Jokowi seperti mulai mengubah visinya membangun Indonesia dengan semangat Trisakti menjadi pembangunan semata. Artinya, Jokowi seperti dikejar target pembangunan yang ia janjikan. Untuk tujuan itu, Jokowi seperti lupa pada visi Trisakti," ucap Ray. [hta/rmol]
KOMENTAR ANDA