Hari Anak Nasional (HAN) 2016 yang mengambil tema "Akhiri Kekerasan Pada Anak", seharusnya oleh pemerintah bukan cuma menggunakan tema itu sekedar untuk melengkapi kelaziman mencantumkan sebuah tema pada sebuah acara seremonial tahunan belaka.
Namun, pemerintah harus bersungguh-sungguh menghayati tema "Akhiri Kekerasan Pada Anak" yang dibuatnya itu, sebagai salah satu misi suci yang harus dijalankan dengan komitmen yang super kuat, perumusan masalah yang lebih jitu, penyempurnaan kebijakan berbasis data yang akurat, koordinasi dan kerjasama antar kelembagaan yang lebih baik, menggerakkan partisipasi publik yang lebih luas dan lebih hebat lagi, dan suporting anggaran yang jauh lebih memadai untuk sektor perlindungan anak.
Demikian disampaikan Direktur Eksekutif Jaringan Anak Nusantara (JARANAN), Nanang Djamaludin saat dihubungi MedanBagus.com melalui telepon selular usai mengisi peringatan HAN 2016 yang diselenggarakan JARANAN di Jakarta, Sabtu (23/7)
"Sistim perlindungan anak yang ada selama ini masih terus saja ringkih, yang bisa dilihat lewat hadirnya tren kekerasan terhadap anak yang terus saja berlangsung dan mengkhawatirkan. Mestinya hal itu menjadi sinyal betapa perlunya evaluasi menyeluruh menggunakan data dan analisa yang akurat atas sistim perlindungan anak yang berlaku saat ini," jelasnya.
Evaluasi menyeluruh itu lanjutnya, selain harus berorientasi pada penguatan aspek-aspek pencegahan atas beragam bentuk kekerasan pada anak, juga harus punya perspektif keberpihakan yang lebih berkualitas lagi terhadap hak-hak korban. Bukan cuma berorientasi pada aspek pemberatan hukuman, sebagaimana yang terjadi pada kasus Perppu kebiri, yang mana disitu pemerintah telah gagal paham atas kebijakan yang harus ditempuhnya.
"Banyak anak korban kekerasan, terlebih kekerasan seksual yang tidak memperoleh hak-haknya secara memadai. Seperti, misalnya, penanganan medis dan psikis yang baik hingga tuntas. Serta hak restitusi dan kompensasi," terangnya.
Lebih lanjut Nanang mengingatkan, agar jangan sampai kehendak mengakhiri kekerasan seksual dan membuat tangguh sistim perlindungan anak, ternyata tidak didukung oleh dukungan anggaran yang memadai dari APBN. Sehingga akan lebih besar pasak daripada tiang.
"Jangan sampai dukungan anggaran kementerian untuk agenda pelindungan anak jauh lebih kecil ketimbang anggaran dari sebuah direktorat jenderal. Bisa-bisa ringkih berkepanjangan sistim perlindungan anak di negeri kita," sindirnya.[sfj]
KOMENTAR ANDA