Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Luhut Binsar Panjaitan mengatakan, pihaknya akan fokus menggunakan jalur negosiasi dalam rangka membebaskan WNI yang sudah disandera Abu Sayyaf lebih dari dua pekan itu. Proses negosiasinya pun tak lagi diserahkan kepada Menhan, tapi Nur Misuari.
"Dia (Misuari) punya hubungan baik dengan kita dan Abu Sayyaf. Kita gunakan semua kemungkinan dan pendekatan," ujar Luhut, di Gedung DPR, kemarin.
Sekadar informasi, Nur Misuari bukan orang baru dalam pembebasan WNI dari penyanderaan Abu Sayyaf. Misuari merupakan kepala Moro National Liberation Front (MNLF) pernah membantu membebaskan 10 WNI yang disandera Abu Sayyaf beberapa bulan lalu.
Dengan alasan itu, Luhut yakin posisi dan peran Nur Misuari masih strategis karena bisa menghubungkan Pemerintah Indonesia dengan kelompok Abu Sayyaf.
"Saya kenal dan tahu Nur. Saya dua kali ketemu dia. Teman-teman intelijen sedang melakukan pendekatan dan kontak-kontak sama Nur," ujar Luhut.
Luhut menjelaskan, saat ini pemerintah diwakili Menteri Pertahanan Ryamizard Ryacudu sedang berkontak dengan pihak Kementerian Pertahanan Filipina. Hal ini guna berkoordinasi apabila sewaktu-waktu menurunkan pasukan untuk membebaskan para sandera.
"Karena tidak mungkin kita beroperasi di wilayah negara lain tanpa melibatkan unsur-unsur keamanan setempat," pungkasnya.
Luhut juga menyebut, tidak ada imbalan yang diminta oleh Nur Misuari. "Sampai hari ini tidak ada imbalan. Teman-teman dari bidang intelijen sekarang sedang melakukan kontak dengan mereka," kata Luhut lagi.
Kendati demikian, Luhut mengatakan, pihaknya mengontak siapa saja yang diharapkan mampu memberikan kontribusi bagi pembebasan 10 sandera WNI.
"Kami kontak siapa aja sih, enggak cuma dia. Pokoknya siapa saja yang diharapkan mampu memberikan kontribusi bagi pembebasan 10 sandera WNI kita kontak," tutur Luhut.
Bekas staf kepresidenan itu sebelumnya bahkan sempat mengatakan, hampir mustahil operasi militer pembebasan sandera di Filipina Selatan dilakukan.
Selain karena akan terganjal konstitusi Filipina, tingkat keberhasilan operasi tersebut terbilang kecil lantaran medan tempat penyanderaan sulit. "Dengan cara itu (operasi militer) sudah hampir tidak mungkin kita lakukan," kata Luhut.
Dia menjelaskan, jika dibuat persentasi, peluang menggunakan operasi militer hanya 0,5 persen atau setengah persen. Indonesia, kata Luhut, masih mengedepankan pendekatan diplomasi dan operasi intelijen.
Sulitnya tingkat keberhasilan pelaksanaan operasi militer tidak dilakukan karena wilayah yang menjadi basis kelompok Abu Sayyaf sangat sulit.
Kelompok pemberontak itu sangat paham dan hafal medan. Di sisi lain, masyarakat setempat lebih mendukung kelompok Abu Sayyaf dari pada mendengar pemerintah Filipina. Dia juga menegaskan, tidak ada jaminan Indonesia masuk ke sana akan berhasil.
"Kita sudah hitung dan kalkulasi semua opsi-opsinya. Nanti kita masuk tapi enggak bisa keluar, kan lucu. Kalau mati semua gimana? Makanya opsi terbaik bagi pemerintah adalah negosiasi," ujarnya.
Di tempat terpisah, juru Bicara Kementerian Luar Negeri RI, Arrmanatha Nasir memastikan, rencana pertemuan antara Menteri Pertahanan Ryamizard Ryacudu dengan menteri pertahanan Malaysia dan Filipina batal digelar.[rgu/rmol]
KOMENTAR ANDA