Sejak terkuaknya peredaran vaksin palsu berbagai upaya dilakukan pemerintah untuk menangani. Selain membentuk Satgas Vaksin Palsu yang terdiri dari berbagai unsur, penyelidikan oleh Bareskrim Polri juga terus menemui kemajuan.
Namun, penanganan vaksin palsu mempunyai celah, salah satunya soal manejemen krisis terutama dalam penyampaian informasi ke publik.
"Persoalan vaksin palsu ini kan sudah berminggu-minggu. Harusnya tensinya bisa semakin turun tetapi yang terjadi malah semakin tinggi. Orang tua yang anaknya terkena vaksin palsu semakin bingung harus berbuat apa. Kalau pola komunikasi pemerintah seperti ini terus, saya khawatir persoalan ini bisa jadi krisis. Makanya pemerintah harus punya manajemen krisis soal vaksin palsu ini," ujar Wakil Ketua Komite III DPD RI Fahira Idris kepada redaksi, Selasa (19/7).
Dia mengungkapkan, harus ada pra kondisi atau persiapan baik yang sifatnya substantif, teknis, termasuk program komunikasi publik dalam semua kebijakan, tindakan, dan program penanganan vaksin palsu. Menurut Fahira, sebelum nama-nama rumah sakit pengguna vaksin palsu diumumkan ke publik ada pra kondisi untuk mengkomunikasian kebijakan, program, dan aksi yang akan dilakukan pemerintah untuk anak-anak yang diduga diberi vaksin palsu oleh rumah sakit. Pra kondisi ini sangat perlu agar orang tua yang anaknya pernah diimunisasi di rumah sakit tersebut tidak panik dan tahu langkah-langkah yang harus mereka lakukan.
"Kalau ada manajemen krisis, semua kebijakan, tindakan, penyataan, dan program penanganan vaksin palsu termasuk penyampaian informasi kepada publik direncanakan dengan baik dan diantisipasi risikonya seperti apa. Kalau ada pra kondisi, kericuhan di beberapa rumah sakit tidak akan terjadi," ujarnya.
Jangan sampai persoalan vaksin palsu ini malah melahirkan persoalan-persoalan baru.
"Saya dapat info, IDI melaporkan orang tua anak korban vaksin palsu yang diduga melakukan pemukulan kepada dokter. Inilah kalau tidak ada menajemen krisis, masalahnya semakin runyam dan melahirkan persoalan-persoalan baru," jelas Fahira.
Menurutnya, kekecewaan orang tua yang anaknya diduga diberi vaksin palsu semakin bertambah. Saat rumah sakit yang namanya diumumkan juga tidak mempunyai manajemen krisis dan tidak siap menghadapi tuntutan.
"Tuntutan utama para orang tua itu keterbukaaan informasi pasien dengan menerbitkan daftar pasien selama periode 2003-2016 yang mendapatkan vaksinasi di RS tersebut, dan RS tidak siap. Ini yang membuat para orang tua marah. Jika kemarin ada prakondisi, pasti tidak akan serunyam sekarang. Pemerintah harus paham, semua orang tua pasti panik kalau tahu anaknya diberi vaksin palsu. Makanya harus ada manejemen krisis, bila perlu buat krisis center, bukan bermaksud membuat masyarakat menjadi panik, tetapi sebagai pusat pelayanan dan informasi agar masyarakat tenang," demikian Fahira.[sfj/rmol]
KOMENTAR ANDA