Para tokoh dari beragam latar belakang membentuk Tim Evaluasi Penanganan Kasus Terorisme untuk mengevaluasi praktik pemberantasan terorisme yang dilakukan oleh Mabes Polri dan Densus 88.
Tim ini terdiri dari 13 orang yang akan bekerjasama selama tiga bulan ke depan. Tim ini terdiri dari Busyro Muqoddas, Bambang Widodo Umar, Salahudin Wahid, Trisno Raharjo, Ray Rangkuti, Dahnil Anzar Simanjuntak, Haris Azhar, Siane Indriani, Hafid Abbas, Manager Nasution, Franz Magnis Suseno, Magdalena Sitorus, dan Todung Mulya Lubis.
Ketua Umum PP Pemuda Muhammadiyah, Dahnil Anzar Simanjuntak, mengungkapkan, tim ini terbentuk karena kesadaran bersama akan besarnya potensi radikalisme yang ada di Indonesia.
Yang akan menjadi pokok perhatian "Tim 13" adalah pola pemberantasan, pola deradikalisasi, harus tetap berada di koridor hukum yang benar. Mengingat selama ini pemberantasan terorisme cenderung dilakukan semena-mena, tetapi tidak juga menurunkan angka kejahatan radikal di Indonesia.
"Yang menjadi perhatian penting tim evaluasi ini adalah pola pemberantasan, pola deradikalisasi harus dilakukan dalam bingkai hukum. Selama ini kita anggap usaha pemberantasan terorisme di Indonesia dilakukan di luar bingkai hukum dan cenderung melanggar HAM," ujar Dahnil di Gedung Pusat Dakwah Muhammadiyah, Jumat, (15/7).
Selama ini Densus 88 kerap melakukan stigmatisasi terhadap kelompok-kelompok tertentu, dan ia melihat adanya potensi konspirasi besar dalam penanganan kasus terorisme.
"Ada potensi konspirasi besar menjadikan kita state terorrism, secara global itu bisa dilihat. Ini menganggu kohesi sosial kita. Di sisi lain kami akan memberikan masukan agar usaha pemberantasan terorisme tetap mengusung agenda penegakan hukum dan HAM," ujar Dahnil. [hta/rmol]
KOMENTAR ANDA