Kemacetan saat arus mudik di Brebes Timur terus menjadi sorotan kalangan pegiat sosial.
Kemacetan di Brebes atau lebih ngetop dengan istilah Brexit (Brebes Exit) saat arus mudik Lebaran lalu, membuat geram banyak orang. Pasalnya, kendaraan yang melintasi jalur tersebut menghabiskan waktu belasan hingga puluhan jam untuk lepas dari kemacetan.
Akibatnya, pemudik tidak hanya harus merogoh kocek lebih banyak karena mesti membeli bahan bakar minyak (BBM) dan makanan, tapi juga banyak pemudik yang jatuh sakit karena kelelahan.
Masalah itu kini menjadi bola panas karena DPR berencana membentuk Panitia Kerja (Panja) untuk menelusuri penyebab terjadinya tragedi tersebut. Siapakah yang harus bertanggung jawab?
Ketua Pengurus Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Tulus Abadi menyebut Kementerian Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) yang paling bertanggung jawab. Sebab, kementerian ini yang membawahi Badan Pengatur Jalan Tol (BPJT).
"Ini kan kecerobohan luar biasa di mana pemerintah mengintegrasikan ruas tol Brebes Timur dengan ruas tol Cikampek, Cipali, Cipularang, tanpa akses rest area, SPBU dan langsung bertemu dengan jalan arteri,” kata Tulus, kemarin.
Padahal, kata Tulus, volume kendaraan roda empat dari arah Jabodetabek ke arah timur, diestimasikan tidak kurang dari 1,1 juta unit kendaraan. Menurut Tulus, seharusnya Kementerian PUPR sudah mempunyai kalkulasi/simulasi teknis berapa kapasitas maksimal ruas jalan Brexit, dan berapa jumlah kendaraan yang akan melewatinya.
"Konsumen yang mengalami kerugian bisa meminta kompensasi dan ganti rugi. Sebab, konsumen memiliki hak mendapatkan kenyamaan, keamanan dan keselamatan terhadap pengunaan barang dan jasa seperti diatur dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen," papar Tulus.
Ketua Advokasi Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) Darmaningtyas juga sebelumnya memberikan pandangan serupa. Menurutnya, pengelola jalan tol masih kurang cerdas saat menghadapi lonjakan pengguna di jalan tol.
Dia mengatakan, kurang cerdasnya pengelola tol terlihat dari tidak diberikannya ruang putar balik pada media jalan pada jarak tertentu, terutama saat mendekati pintu keluar. Selain itu, pengelola tol juga kurang taktis.
"Pengelola terlambat menerapkan kebijakan buka tutup di ujung masuk jalan tol. Dan, tidak adanya pengumuman berjalan di jalan mengenai panjang kemacetan yang memungkinkan calon pemudik dapat mengambil langkah lain, mencari jalur arternatif," jelas Darmaningtyas.
Persoalan menjadi semakin rumit, lanjut Darmaningtyas, karena jalur arteri di pantai utara Jawa dan jalur selatan kurang dipromosikan sehingga masyarakat tidak terdorong untuk menggunakannya dan lebih memilih menggunakan jalan tol.
Kepala Badan Pengatur Jalan Tol (BPJT) Kementerian PUPR Herry Trisaputra Zuna menolak dipersalahkan sendirian. Menurutnya, tragedi Brexit merupakan tanggung jawab bersama semua pihak yang terlibat mengurus mudik seperti kepolisian dan Kemenhub.
Direktur Advokasi dan Kampanye Yayasan Bantuan Lembaga Hukum Indonesia (YBLHI) Bahrain nggak mau berspekulasi. Dia mengemukakan bahwa saat ini pihaknya tengah melakukan investigasi tragedi Brexit.
"Nanti jika investigasi selesai, kami akan melakukan gugatan hukum,” tegas Bahrain.
Seperti diketahui, dalam pelayanan mudik Lebaran lalu, setidaknya ada beberapa instansi yang terlibat. Kementerian Perhubungan (Kemenhub) bertanggung jawab atas kesiapan angkutan umum Lebaran. Kemenhub tidak bertanggung jawab atas kendaraan pribadi atau pelat hitam dan kemacetan di jalan tol.
Sedangkan Kementerian PUPR bertanggung jawab atas infrastruktur dan pengelolaan jalan tol. Selanjutnya Kementerian Kesehatan bertangung jawab memberikan layanan kesehatan. Dan, kepolisian bertanggung jawab atas keamanan dan pengaturan lalu lintas.[hta/rmol]
KOMENTAR ANDA