Keberhasilan narapidana kasus pembunuhan dan pemerkosaan anak, Anwar alias Rizal, kabur dari Lapas Salemba, harus diakui sebagai kenyataan akibat minimnya jumlah petugas Lapas di Indonesia.
Namun, alasan tersebut tidak bisa terus menerus dijadikan pembenaran oleh Kementerian Hukum dan HAM.
Untuk mengatasi kurangnya atau tidak berimbangnya jumlah petugas Lapas dengan Napi yang harus dijaga, Menkum HAM harus mengajak Kapolri untuk membuat nota kesepahaman atau MoU.
"Saya tahu dari setiap kunjungan ke Lapas, satu regu cuma 5 sampai 7 orang untuk menjaga 350 Napi. Enggak rasional. Bisa terjadi pemberontakan. Saya sudah menyaurakannya di Komisi III karena menyangkut anggaran. Saya menyarankan agar sementara ada kerjasama," kata anggota Komisi III DPR RI, Arsul Sani, di Gedung DPR RI, Senayan, Jakarta, Kamis (14/7).
Kerjasama dengan Polri itu sebagai taktik menyiasati kekurangan anggaran di Kementerian Hukum dan HAM. Sedangkan anggaran petugas Polri yang berjaga di Lapas diambil dari pos anggaran Polri.
"Misalnya di setiap 24 jam, 5 sampai 7 petugas Lapas diperkuat polisi 3 orang. Muter-terus. Di seluruh Indonesia. Tapi persoalan klasiknya anggaran. Itu lebih baik anggarannya di Polri. Anggota Polri yang berjaga dapat tambahan," jelas politisi PPP ini.
"Tapi jika pun tidak diberikan, ya tentu tidak ada hal-hal yang bisa melarang pan untuk tetap berada di barisan pendukung pemerintah itu. Jadi artinya ini kita serahkan saja pada Presiden Jokowi," pungkasnya.[rgu/rmol]
KOMENTAR ANDA