Rencana eksekusi mati terhadap sejumlah terpidana narkoba kembali ditegaskan sebagai cara pragmatis pemerintah mengatasi kejahatan narkoba di Indonesia.
Demikian ditegaskan Ketua Setara Institute, Hendardi kepada Kantor Berita Politik RMOL, Rabu (13/7).
"Semua pihak sepakat bahwa narkoba adalah musuh bangsa dan mengancam generasi masa depan, tetapi pilihan menghukum dan mengeksekusi mati adalah logika pembalasan," tegas Hendardi.
Hukuman mati, dia menambahkan, sebenarnya bukan pemasyarakatan yang bisa menimbulkan efek jera dan mengatasi masalah narkoba itu sendiri.
Apalagi, sambung Hendardi, hukuman mati tidak dibenarkan oleh hukum HAM dan konstitusi RI yang menjamin hak hidup sebagai hak fundamental.
"Karena itu harus ditolak. Banyak cara yang bisa dipilih untuk menghukum seorang penjahat," kata pendiri Perhimpunan Bantuan Hukum Indonesia (PBHI) ini.
Dia juga menegaskan, jumlah korban narkoba yang sering dijadikan pembenaran praktik hukuman mati juga tidak pernah teruji validitasnya.
Bahkan, Jaksa Agung HM Prasetyo hanya menggunakan praktik eksekusi mati ini sebagai penutup kelemahan kinerjanya dalan penegakan hukum. Prasetyo tidak menunjukkan terobosan dan performa memuaskan sebagai Jaksa Agung kecuali berpolitik dalam penegakan hukum, seperti dalam kasus Setya Novanto.
Langkah hukum yang pernah digagas Prasetyo terkait dugaan permufakatan jahat Setya Novanto misalnya, sampai sekarang tidak ada tindak lanjutnya.
"Sebaiknya Jaksa Agung termasuk prioritas pejabat yang harus direshuffle," demikian Hendardi.[hta/rmol]
KOMENTAR ANDA