Memasuki usia ke-70, Polri ke depan diharapkan bisa bekerja dengan profesional dan mengedepankan tindakan persuasif dalam menangani masalah sosial. Terutama terhadap element gerakan sosial yang sedang menyampaikan pendapat dan kritik terhadap pemerintah.
Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI), Said Iqbal, menyampaikan demikian terkait HUT Bhayangkara ke-70 hari ini (Jumat, 1/7).
Dia berharap Polri bekerja profesional karena kaum buruh memiliki beberapa catatan buruk atas kinerja kepolisian. Di antaranya kriminalisasi dan kekerasan dalam aksi buruh menolak PP 78/2015 di Istana Negara pada tanggal 30 Oktober 2015, penggusuran dengan kekerasan di Jakarta dan beberapa daerah lain, dan baru-baru ini diduga melakukan kriminalisasi terhadap guru Samhudi di Sidoarjo.
Karena itu, Iqbal mengingatkan polisi untuk kembali kepada tupoksinya, yaitu menegakkan hukum, mengayomi dan melayani, bukan menggunakan pendekatan kekuasaan dan kekuatan. Makanya setelah reformasi, polisi langsung berada di bawah Presiden. Tidak lagi menjadi bagian dari TNI atau dulu yang disebut ABRI.
"Polisi harus dikembalikan sebagai alat sipil. Dia bukan alat 'gebug' atau alat 'menakut-nakuti'. Polisi bukan alat intimidasi, bukan alat untuk melawan kekuatan rakyat, buruh, dan mahasiswa yang ingin memperjuangkan kesejahteraan," tegas Iqbal (Jumat, 1/7).
Selain itu, bertepatan dengan HUT Bhayangkara ke-70 ini, Iqbal juga berharap Polri tidak lagi menjadi "alat pemilik modal" hanya karena adanya permintaan kepala daerah, seperti yang diduga dilakukan Gubernur DKI Basuki T. Purnama dengan meminta polisi mengamankan Pergub DKI Jakarta tentang pelarangan aksi kecuali di 3 tempat (meskipun akhirnya direvisi). [zul]
KOMENTAR ANDA