Sejak dahulu kala, beratus-ratus tahun yang lalu, lokasi yang sekarang dinamai sebagai Lapangan Merdeka sudah menjadi tempat yang memiliki tingkat spiritual tinggi atau disakralkan di Medan. Dengan pertimbangan tersebut, Forum Diskusi Sore dan Rumah Musik Suara Sama kembali menggelar diskusinya dengan tema "Lapangan Merdeka dalam Tiga Dimensi Waktu: Pra Kolonial, Era Kolonial, dan Sekarang" di Rumah Musik Suarasama Jalan Stela I Komplek Kejaksaan, Medan, Rabu (29/6).
Dalam diskusi kali ini, yang menjadi fasilitator diskusi adalah seorang akademisi dan peneliti sejarah-kebudayaan, Asmyta Surbakti. Ia memulai diskusi dengan memberikan penjelasn tentang kondisi Lapangan Merdeka Pra Kolonial. Ia menuturkan bahwa Lapangan Merdeka pertama kali dibangun karena adanya niat pemindahan ibukota Kesultanan Deli ke Medan.
"Lapangan Merdeka dibangun ketika ada niat untuk memindahkan ibukota kesultanan deli dari Labuhan ke Medan, waktu itu namanya kuta Medan. Nah Labuhan ini dipindahkan oleh siapa? Itu Gotjah Pahlawan," katanya.
Asmyta juga menjelaskan bahwa kedatangan Gotjah Pahlawan ke Medan tidak hanya untuk memindahkan ibukota Kesultanan Deli, tapi juga melakukan ekspansi guna melebarkan kekuasaan daerah.
"Gotjah Pahlawan ini juga yang mengalahkan kerajaan Haru Delih Tua dibawah Putri Hijau maka Delih Tua jadi Deli Tua untuk menunjukkan bahwa itulah yang dia rebut dan akhirnya tinggal Kesultanan Deli. Bukti peninggalannya itu sekarang tinggal meriam puntung yang ada di depan Istana Maimun. Jadi itulah dulu gambaran kota Medan waktu Lapangan Merdeka dibangun," jelasnya.
Namun sebelum dijadikan sebagai Lapangan Merdeka, jauh dari itu tanah tersebut sudah menjadi tempat yang memiliki nilai spiritual tinggi. Asmyta mengatakan bahwa jauh sebelum lapangan Merdeka dibangun, sebuah Istana telah terlebih dahulu kokoh berdiri, yaitu Istana Guru Patimpus.
"Sebelum Lapangan Merdeka dibangun, tempat tersebut dijadikan Guru Patimpus sebagai istananya. Dulu di belakang Jasindo itu ada namanya tempat pemeren-meren, kemudian yang menghadapn selatan ada griten, saya ingin menjelaskan bahwa istana itu menghadap payapinang karena griten itu di depan. Kesawan itu adalah kesain kuta, kesain itu halaman, kuta adalah kampung, jadi kampung halaman. Jadi di Lapangan Merdeka itulah letak istana itu," paparnya
Asmyta juga mengungkapkan bahwa di sekitar Istana Guru Patimpus atau Lapangan Merdeka tersebut telah memiliki sistem drynase yang sangat besar hingga dapat menembus Pelabuhan Belawan, menunjukkan peradaban bertekhnologi sudah ada saat itu.
"Kemudian disekitaran Istana Guru Patimpus/Lapangan Merdeka itu dibangun gorong-gorong yang luar biasa besarnya karena Medan adalah tempat yang sangat basah, rawa-rawa. Untuk mengantisipasi banjir maka dibuat itu gorong-gorong ditembuskan langsung sampai belawan," pungkasnya. [sfj]
KOMENTAR ANDA