Peredaran vaksin palsu sudah berlangsung sejak 2003. Vaksin palsu bisa bebas beredar selama 13 tahun merupakan wujud kegagalan negara dalam melindungi warga negaranya.
"Kami mempertanyakan kerja Kementerian Kesehatan dan BPOM (Badan Pengawas Obat dan Makanan) sebagai dua institusi yang diberikan mandat untuk melakukan pengawasan obat-obatan," tegas Ketua Pengurus LBH Keadilan Abdul Hamim Jauzie, (Selasa, 28/6).
Beruntung, Direktorat Tindak Pidana Ekonomi Khusus Bareskrim Polri berhasil membongkar jaringan peredaran vaksin palsu tersebut. "LBH Keadilan mengapresiasi kerja Polri tersebut. Karena berhasil membongkar kejahatan kemanusiaan dengan korban anak-anak sebagai penerus bangsa," ungkapnya.
Dia menjelaskan Peraturan Menteri Kesehatan 43/2013 tenang Penyelenggaraan Imunisasi sebenarnya sudah dengan tegas menyebutkan bahwa pemerintah pusat, pemerintah daerah provinsi dan pemerintah daerah kabupaten/kota bertanggung jawab dalam penyediaan logistik untuk penyelenggaraan imunisasi wajib.
"Dengan demikian beredarnya vaksin palsu diduga kuat ada oknum institusi pemerintah yang turut terlibat," ujar Hamim yang memiliki anak balita ini menambahkan.
Menurutnya, buruknya koordinasi pemerinah pusat dan daerah juga turut andil menyebabkan vaksin palsu mampu beredar dengan aman hingga 13 tahun lamanya.
"LBH Keadilan meminta Kementerian Kesehatan untuk mengumumkan nama-nama rumah sakit yang menggunakan vaksin palsu dan apotik yang menjualnya. Publik berhak mengetahuinya!" ungkapnya.
Di tengah merosotnya kepercayaan publik kepada Kementerian Kesehatan dan BPOM, maka sudah sepatutnya pengusutan beredarnya vaksin palsu melibatkan unsur masyarakat sipil.
"Mengingat beredarnya vaksin palsu menjadi persoalan kemanusiaan, LBH Keadilan mempertimbangkan untuk mengajukan Gugatan Warga Negara (citizen law suit)," tandasnya
Berdasarkan hasil pengembangan Bareskrim Polri, setidaknya ada empat rumah sakit yang diduga menerima pasokan vaksin palsu. Selain di empat rumah sakit itu, ada juga beberapa apotek yang menjadi konsumen vaksin palsu.
"Ada apotek di wilayah Jatinegara, itu ada dua. Ada juga toko obat di sekitar sana," jelas Direktur Tindak Pidana Ekonomi Khusus Bareskrim Polri Brigjen Agung Setya, tanpa bersedia merinci nama-nama rumah sakit dan apotek tersebut. [zul]
KOMENTAR ANDA