Lamanya proses validasi dan pemutakhiran data rumah tangga yang layak dapat subsidi listrik disesalkan anggota DPR.
Pemerintah dan PLN harus duduk bersama menuntaskan hal itu sehingga subsidi listrik tidak membengkak.
"Saya katakan dari dulu, tidak mungkin menggabungkan data TNP2K dengan data pelanggan listrik PLN. Itu namanya dua kali kerja dan butuh waktu lama. Dampaknya seperti sekarang ini, subsidi listrik kita sangat besar," kata Wakil Ketua Komisi VII DPR RI, Syaikhul Islam Ali, kepada wartawan, Senin (27/6).
Berdasarkan data terpadu 2015 oleh Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan (TNP2K) hanya ada 4.016.948 rumah tangga miskin dan rentan miskin yang layak menerima subsidi listrik dengan daya 900 VA.
Poltisi muda PKB itu meminta agar Pemerintah dan PLN cukup menggunakan data TNP2K sebagai basis data subsidi listrik bagi rumah tangga kurang mampu.
Ia juga mengusulkan subsidi listrik tidak usah lewat PLN melainkan lewat voucher listrik bagi masyarakat yang kurang mampu.
"Kalau mau sederhana tapi tepat sasaran, gunakan data TNP2K untuk beri subsidi listrik langsung dalam bentuk voucher. Itu jauh lebih efektif ketimbang model subsidi yang selama ini dilakukan," ujar Syaikhul.
Sebelumnya pemerintah dan DPR RI telah menyepakati subsidi listrik dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) Perubahan 2016 sebesar Rp 50,66 triliun.
Subsidi listrik mengalami kenaikan 12,28 triliun dari APBN 2016 yang dipatok Rp 38,38 triliun.
Kenaikan subsidi listrik ini disebabkan oleh penundaan penyesuaian tarif listrik bagi pelanggan 900 VA. Berasarkan data PLN, pelanggan dengan tariff R1-900 VA pada akhir 2015 ada 22.639.000 rumah tangga. [hta/rmol]
KOMENTAR ANDA