Demikianlah perjalanan hidup. Tak ada dapat membayangkan waktu yang akan datang. Maya Aurora, pegiat usaha kedai kopi yang menjadi tempat tongkrongan berbagai komunitas anak muda di Kota Medan dan sekitarnya ini pun tak pernah membayangkan bagaimana kehidupannya yang sekarang.
"Yang pahit-pahit sudah dilewati. Semua rahasia Allah," ujarnya mengawali percakapan menjelang pementasan tunggal mini album "Syiar Syair" nya di Jus Kuphi 6, Binjai beberapa waktu lalu.
Lelaki berdarah Ambon-Sunda ini banyak mengisahkan bagaimana kehidupan telah memberikan pelajaran berharga.
"Sampai di suatu titik, aku berdiri dan berbicara pada diriku sendiri, sebenarnya apa yang telah kujanjikan pada Tuhan sebelum dilahirkan," lanjut Maya.
Pertanyaan-pertanyaan pencarian itu kemudian dituangkannya lewat bait-bait lagu berjudul 23 Oktober 1974. Lagu yang merupakan monumen hari kelahirannya itu dipersembahkannya kepada kedua orangtua. "Syair lagu ini sebenarnya untuk semua orang. Tanggal lahir itu hanya sebagai pengingat, bahwa pada hari itu, manusia lahir dan menangis karena tak ingin berpisah dari Tuhannya," lanjut Maya.
Menurut Maya, semua orang tua pasti mengharapkan agar anaknya menjadi baik. Karena harapan itu sebenarnya adalah hal yang dimiliki setiap manusia.
"Nggak ada manusia yang tak baik. Yang ada hanya manusia yang lupa. Lupa pada janji yang telah dibuatnya pada Tuhan, dan lupa pada harapan-harapan yang diinginkan orangtuanya.
Lewat mini Album "Syiar Syair" ini, Maya juga berkampanye mengenai membangun kembali silaturahmi.
"Perbedaan itu sunatullah, dari perbedaan sebenarnya kita diajarkan untuk membangun silaturahmi agar saling mengenal," kata dia sambil menambahkan dalam mini album yang digarapnya ada belasan lagu yang dituliskannya berdasarkan perenungan dan kontemplasi yang dalam.
Syiar dalam Secangkir Kopi
Tak hanya dikenal sebagai seorang pegiat komunitas motor anak muda, Maya juga dikenal sebagai pengelola warung kopi yang dapat dibilang patut diperhitungkan. Hingga kini, Jus Kuphi yang dikelolanya bahkan telah memiliki delapan cabang. Tak tanggung-tanggung, Maya juga membuka cabang di kampung sang ibunda di Bandung.
"Resep Jus Kuphi ini silaturahmi. Lihatlah bagaimana orang yang datang ke sini tak sekadar minum kopi dan menghabiskan waktu. Terjadi komunikasi di antara para pengunjung. Itu yang membuat banyak komunitas duduk di sini," kata Maya.
Di Jus Kuphi, melihat pengunjung pindah ke meja lain untuk saling bercengkerama atau bermain kartu memang bukan pemandangan aneh.
Seolah memang sudah demikian akrab, para pengunjung saling menyapa dan berbicara satu samalain.
"Lagi-lagi, karena Tuhan telah menyuruh kita untuk saling mengenal. Kita sediakan Wi-fi, tapi para pengunjung tetap berbicara satu sama lain. Yang di meja sana main ke meja sini. Demikian pula di meja lain. Ini adalah bagian dari syiar, karena misi syiar adalah menyampaikan kabar. bertukar informasi," tanda Maya. [hta]
KOMENTAR ANDA