Pengawasan peredaran vaksin dan obat-obatan yang dilakukan oleh Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) dikritik sangat lemah. Terlebih BPOM hanya ada di provinsi.
"Kalau di daerah dia APBD. Sama-sama kita tak tahu, di daerah tidak diperhatikan masalah ini, padahal itu penting," ujar anggota Komisi IX, Irma Suryani kepada wartawan, Jumat (24/6).
Anggaran BPOM untuk diketahui sangat kecil dan membuatnya miris justru dipangkas oleh Kementerian Kesehatan.
"Waktu raker dengan BPOM saya marah dengan Menkeu yang memotong anggaran BPOM sudah kecil. Anggaran cuma sekitar Rp 1 triliun. Sementara yang mau diawasi se-Indonesia," tuturnya.
Dengan wilayah tugas yang seluas itu makanya Komisi IX ingin menambah anggaran BPOM. Tambahan anggaran ini penting guna menunjang kebutuhan sarana dan prasana BPOM di daerah.
"Harusnya di setiap kabupaten ada mobil laboratorium keliling pemeriksaan obat dan makanan di daerah. Tapi itu kan enggak ada. Bahkan yang regional masih sulit. Misalnya tiga kabupaten berdekatan ada mobil lab, harusnya seperti itu," bebernya.
Karena itu ia tidak heran jika banyak obat dan vaksin palsu beredar. BPOM menurutnya tidak bisa dipersalahkan mengingat anggaran dan SDM nya tidak memadai.
"Saya enggak bisa menyalahkan BPOM begitu saja, karena anggaran dan SDM nya terbatas sekali," cetusnya.[hta/rmol]
KOMENTAR ANDA