post image
KOMENTAR
Ekonomi menjadi faktor penentu utama bagi kesejahteraan masyarakat, sehingga tidak heran seluruh negara didunia berbenah diri untuk memperbaiki sistem ekonomi negara sendiri dengan menguasai seluruh sumber-sumber perekonomian yang ada dinegaranya bahkan beberapa negara besar didunia saling bersaing mengambil alih sumber perekonomian di negara-negara lain. Indonesia yang masih tergolong negara dengan kekayaan sumber daya alam dan energi berlimpah dari Sabang sampai Merauke ternyata tidak mampu membebaskan rakyatnya dari jeratan kemiskinan.

Kekayaan alam Indonesia ditunjukkan dengan adanya tanaman berbunga yang dikenal di dunia, kaya akan hewan mamalia, hewan reptil, burung, hewan laut maupun terumbu karang. Di bidang agrikultur, Indonesia juga terkenal atas kekayaan tanaman perkebunannya, seperti kopi, biji coklat, karet, kelapa sawit, cengkeh. Indonesia juga dikenal sebagai penghasil berbagai jenis bahan tambang, seperti petroleum, timah, gas alam, nikel, tembaga, bauksit, timah, batu bara, emas, dan perak. Tetapi, kekayaan tersebut hanya dinikmatin oleh pihak perusahaan asing seperti Shell, Petronas, Chevron, Freeport, Unilever, Danone, Sime Darb ataupun CIMB Niaga.

Kondisi tersebut tidak mengherankan masyarakat miskin di Indonesia pada tahun 2014 menurut data BPS mencapai 28 Juta orang. Ketimpangan yang terjadi merupakan sebuah akibat dari sistem ekonomi yang tidak tepat. Indonesia sejak awal rezim orde baru telah mulai menerapkan sistem ekonomi kapitalis yaitu sistem ekonomi yang berlandaskan pada prinsip kebebasan dan persaingan.

Prinsip kebebasan menjelaskan bahwa setiap individu atau kelompok tidak membenarkan untuk dihambat dan dibatasi bahkan dicampurin oleh siapapun dalam upaya meraih tujuannya. Sedangkan penggunaan prinsip persaingan melihat bahwa adanya keterbatasan terhadap salah satu sumber pokok, menghantarkan setiap individu untuk berkompetisi, bagi mereka yang kuat akan menjadi pemenang dan yang lemah harus siap menerima kekalahan ‘survival of the fittes'. Penerapan kedua prinsip ini kedalam dunia ekonomi salah satunya termanifestasikan kedalam logika ‘pasar bebas’.

Merujuk pada penjelasan kedua prinsip diatas, jelas bahwa pasar bebas akan menghasilkan kompetisi dalam dunia ekonomi yang harus terbebas dari kendali negara atau pemerintah. Artinya, negara hanya diletakkan sebagai wasit yang menghukum setiap individu atau tim yang melanggar aturan yang ditetapkan negara tetapi tidak menghiraukan ketimpangan pengalaman, kemampuan, kekuatan, dan pertahanan diantar individu atau tim yang ikut berkompetisi.

Secara sederhana pasar bebas hanya berpihak kepada pelaku ekonomi yang telah memiliki nama dan modal besar. Perusahaan-perusahaan besar pasti memengkan kompetisi melawan perusahaan kecil, pasar modern lebih diminatin masyarakat dari pasar tradisional, toko-toko berjejaring pasti memenangkan persaingan dengan pedagang kecil, petani berdasi sudah pasti menang melawan petani kecil dan Indonesia yang tergolong lebih banyak masyarakat kelas menengah-kebawah sudah pasti melalui pasar bebas tidak akan bisa memberikan kesejahteraan kepada seluruh masyarakat.

Pasar bebas semakin tak terkendalikan oleh pemerintah setelah sistem perdagangan bebas mendorong Indonesia melakukan kerjasama-kerjasama ekonomi yang sejatinya merugikan masyarakat sendiri seperti keterlibatan kedalam beberapa organisasi internasional yang jelas berbasis liberal dan mengeksploitasi yaitu World Trade Organization (WTO), World Bank,  IMF dan yang paling terasa adalah Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) hasil dari Asean Free Trade Area (AFTA) yang telah dimulai sejak akhir tahun 2015. Melalui kesepakatan MEA, Indonesia, Singapura, Thailand, Malaysia dan beberapa negara lainnya membangun pasar bebas kawasan regional ASEAN.

Masyarakat Ekonomi ASEAN menuntut masyarakat Indonesia bersaing dengan masyarakat Singapura, Malaysia ataupun Thailand baik dari sumber daya manusia, teknologi maupun produk pertanian.  Sistem ekspor-impor yang terjadi dengan bea masuk nol persen dalam Masyarakat Ekonomi ASEAN ternyata berdampak terhadap matinya produk sejenis dalam negeri, terutama dalam bidang pangan, industri kecil dan industri menengah.

Hal ini bisa dibuktikan dalam bidang pangan, pada tahun 2015 (September- Desember) impor tanaman pangan seperti beras, jagung, kedelai dan lain-lain dari Vietnam sekitar 5 Juta Ton dan Thailand sekitar 2,2 juta Ton, setelah berlakunya Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) jumlah impor pangan dari kedua negara tersebut mengalami peningkatan signifikan terlihat pada awal tahun 2016 (Januari-April) impor dari Vietnam sekitar 5,9 Ton dan dari Thailand lebih dari 8 juta Ton.

Artinya, pasar bebas sesungguhnya telah membunuh perekonomian masyarakat kecil Indonesia. Pasar bebas hanya menciptakan volume pengangguran dan kemiskinan semakin besar. Pasar bebas hanya menguntungkan individu atau perusahaan yang memiliki modal besar, menguntungkan negara-negara maju yang telah memiliki sumber daya manusia dan teknologi yang tinggi.

Oleh karena itu, hal yang harus dilakukan adalah pemerintah harus memberikan perlindungan terhadap pedagang-pedagang kecil, industri-industri kecil, petani kecil di Indonesia untuk bisa berkembang serta adanya reformasi birokrasi dalam tubuh pemerintahan untuk mempermudah masyarakat. Tetapi, oleh karena belum adanya kesiapan dan kemampuan dari masyarakat untuk berkompetisi diarena terbuka maka Indonesia harus mengambil langkah tegas untuk tidak menggunakan logika pasar bebas dengan cara keluar dari WTO ataupun MEA.

Penulis merupakan Mahasiswa FISIP USU Stambuk 2012

Menghilangnya Karakter Kebangsaan pada Generasi Z

Sebelumnya

Hilangnya Jati Diri Seorang Siswa

Berikutnya

KOMENTAR ANDA

Artikel Opini