post image
KOMENTAR
Majelis hakim Pengadilan Tipikor Jakarta menjatuhkan hukuman enam tahun penjara dan denda sebesar Rp 1 miliar subsider satu tahun kurungan terhadap terdakwa kasus pencucian uang Muhammad Nazaruddin.

Vonis tersebut lebih rendah dari tuntutan jaksa penuntut Komisi Pemberantasan Korupsi yang meminta majelis hakim menjatuhkan hukuman tujuh tahun penjara dan denda Rp 1 miliar subsider 1 tahun kurungan.

Ketua Majelis Hakim Ibnu Basuki menyatakan, terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana korupsi dan pencucian uang.

"Mengadili, menyatakan terdakwa Muhammad Nazaruddin terbukti sah dan meyakinkan melakukan korupsi dan pencucian uang, sebagaimana dakwaan kesatu primer, dakwan kedua dan ketiga," ujarnya membacakan putusan di Pengadilan Tipikor Jakarta, Rabu (15/6).

Majelis hakim menilai, Nazar tidak mendukung program pemberantasan korupsi. Selain itu, hasil uang yang dikorupsi dalam jumlah besar. Hal inilah yang menjadi pertimbangan hakim untuk memberatkan hukuman bagi mantan Bendahara Umum Partai Demokrat tersebut. Sementara, hal yang meringankan, Nazar telah dipidana dalam kasus korupsi, mempunyai tanggungan keluarga, dan berstatus justice collabolator atau saksi pelaku yang bekerja sama dengan KPK.

Sebelumnya, jaksa KPK menuntut agar Nazar dihukum tujuh tahun penjara dan denda Rp 1 miliar subsider satu tahun kurungan. Selain itu, menuntut agar harta miliknya senilai lebih kurang Rp 600 miliar yang termasuk dalam tindak pidana pencucian uang dirampas untuk negara.

Nazar didakwa menerima gratifikasi dari PT Duta Graha Indah dan PT Nindya Karya untuk sejumlah proyek di sektor pendidikan dan kesehatan yang jumlahnya mencapai Rp 40,37 miliar. Saat menerima gratifikasi dia masih berstatus sebagai anggota DPR RI. Nazar juga merupakan pemilik dan pengendali Anugerah Grup yang berubah nama jadi Permai Grup.

Nazar juga didakwa melakukan pencucian uang dengan membeli sejumlah saham di berbagai perusahaan yang uangnya diperoleh dari hasil korupsi. Pembelian sejumlah saham yang dilakukan melalui perusahaan sekuritas di Bursa Efek Indonesia menggunakan perusahaan-perusahaan yang tergabung di Permai Grup, kelompok perusahaan miliknya.

Berdasarkan surat dakwaan, sumber penerimaan keuangan Permai Grup berasal dari fee dari pihak lain atas jasanya mengupayakan sejumlah proyek yang anggarannya dibiayai pemerintah. Dari uang tersebut, salah satunya Nazar membeli saham PT Garuda Indonesia pada tahun 2011 menggunakan anak perusahaan Permai Grup.

Nazar dinilai melanggar Pasal 12 huruf b Undang-Undang Nomor 31/1999 sebagaimana diubah dengan UU 20/2001 tentang Pemberantasan Tipikor junto Pasal 65 ayat 1 KUHP. Selain itu, dinilai melanggar pasal 3 Undang-Undang Nomor 8/2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang junto Pasal 55 ayat 1 ke-1 junto Pasal 65 ayat 1 KUHP. Serta Pasal 3 ayat 1 huruf (a), (c) dan (e) UU 15/2002 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang sebagaimana diubah dengan UU 25/2003 junto Pasal 55 ayat 1 ke-1 junto Pasal 65 ayat 1 KUHP.[rgu/rmol]

Kuasa Hukum BKM: Tak Mendengar Saran Pemerintah, Yayasan SDI Al Hidayah Malah Memasang Spanduk Penerimaan Siswa Baru

Sebelumnya

Remaja Masjid Al Hidayah: Yayasan Provokasi Warga!

Berikutnya

KOMENTAR ANDA

Baca Juga

Artikel Hukum