Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah melempar wacana agar dukungan bagi calon independen diwadahi lewat formulir yang seragam di seluruh Indonesia.
Hal itu memudahkan Komisi Pemilihan Umum (KPU) untuk melakukan verifikasi. Namun sayangnya Gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok yang akan maju lewat jalur independen melihat usulan itu dapat mengganjal dirinya.
Ahok dan para relawannya sadar kalau mereka harus bekerja ulang mengisi formulir dukungan. Ahok pun menyindir Fahri Hamzah sebagai anggota DPR independen karena sudah dipecat Partai Keadilan Sejahtera (PKS).
Menanggapi sindiran itu, Fahri Hamzah santai dan menyebut Ahok telah salah paham.
Fahri menegaskan, dirinya tak pernah menolak calon independen.
"Dalam demokrasi itu saya pasti mendukung calon independen, meskipun saya percaya ke parpol sebagai tulang punggung demokrasi, karena calon independen dalam Pilkada juga bagian dari demokrasi itu sendiri,” ujar Fahri Hamzah di gedung DPR, Senayan, Jakarta, Kamis (9/6).
Dia pun menjelaskan, parpol saja harus mengalami verifikasi dan pemeriksaan yang sangat rinci oleh KPU, bahkan kantor per kantornya di seluruh Indonesia diperiksa. Termasuk akte, pengurusnya dan lain-lain diperiksa. Begitu pula calon independen harus diperiksa dengan benar.
"Jadi saya mendukung calon independen, tapi jangan calon yang mau melakukan segalanya seenaknya sendiri, tidak mau diperiksa secara prosedural untuk mengklarifikasi berbagai persyaratan. Parpol saja diperiksa kok sangat detail oleh negara ketika mau mencalonkan atau mengirim pejabat publik dalam negara, calon independen juga harus seperti itu seperti publik harus bisa mengatahui siapa timnya," tegasnya.
Dia menyayangkan jika proses verifikasi itu dianggap Ahok akan menyulitkannnya. Padahal proses itu bentuk keseriusan berdemokrasi.
"Orang bikin parpol juga babak belur kok, tidak gampang. Parpol kan juga tidak ujug-ujug didirikan lantas bisa ikut Pemilu karena semua harus diverifikasi yang serius," cetusnya.
"Jadi semuanya baik parpol maupun calon independen sama-sama masuk menjadi bagian dari kelembagaan demokrasi,” tambah Fahri.
Soal formuliur yang spesifik, Fahri menjelaskan bahwa itu dimaksudkan agar verifikasi administratif KPU terbantu secara digital dan tak perlu verifikasi manual.
"Misal soal pengecekan betul tidaknya manusia yang memberikan dukungan itu ada. Jangan-jangan ada pemalsuan dokumen dan sebagainya," ujar Fahri.
Sebab pengalaman sebelumnya, ulas Fahri, calon independen di banyak daerah itu mendapat KTP dukungan yang besar, misalnya 100 ribu, tapi faktanya yang memilihnya hanya 9 ribu, jauh dari dukungan KTP itu sendiri.
Logikanya, menurut dia, pemilih dalam hasil penghitungan suara lebih besar dari dukungan KTP itu sendiri.
"Kalau ternyata hasilnya jauh kan bisa saja dukungan KTP itu diberikan karena adanya motif lain seperti uang dan lainnya," tengarainnya.
Fahri pun meminta Ahok jika ingin maju lewat jalur perseorangan, seyogyanya menghargai keberadaan partai politik.
"Semua punya ikhtiar dan upaya yang sama-sama sulit dalam membawa calonnya, publik harus diberikan orang terbaik, maka seleksi juga harus lebih rumit, karena tak boleh sembarangan orang naik jadi pejabat negara tanpa pemeriksaan administrasi dan verifikasi memadai," ujar salah satu pendiri HMI ini lagi.[rgu/rmol]
KOMENTAR ANDA