Syamsudin SE, Pegawai Negeri Sipil (PNS) RSU dr Djoelham Binjai, pucat pasi dijemput paksa oleh tim pidana khusus Kejaksaan Negeri (Kejari) Binjai, Rabu (8/6).
Penjemputan ini dilakukan karena yang bersangkutan mangkir atas panggilan penyidik. Bahkan, petugas harus bekerja ekstra untuk dapat membawanya guna menjalani pemeriksaan.
Kepala Seksi Pidana Khusus (Kasi Pidsus) Kejari Binjai, Marolop Pandiangan, saat dikonfirmasi membenarkan penjempuatan paksa tersebut.
"Ya, yang bersangkutan sudah kita bawa dari rumah sakit ke Kejari, Saat ini yang bersangkutan sedang menjalani pemeriksaan sebagai saksi," sebutnya.
Dijelaskan Marolop, Syamsudin diperiksa sebagai saksi kasus dugaan korupsi Jaminan Kesehatan Daerah (Jamkesda) dan Askes di RSU dr Djoelham Binjai Tahun 2010-2011, dengan kerugian sekitar Rp900.
"Dalam perkara ini yang bersangkutan menjababat sebagai Kasubag Perifiksi. Karena itu kita periksa agar kasus ini cepat selesai," ucapnya.
Pemeriksaan saksi ini, lanjutnya, juga untuk memproses tersangka yang sudah ditetapkan.
"Ya, sudah ada tersangka atas nama Heru. Heru ini PNS RSU Djoelham dan menjabat sebagai sekretaris tim pengendali pelayanan pengelola askes," jelas Marolop.
Ditanya apakah Syamsudin SE akan ditahan, Marolop tidak menepis hal tersebut.
"Ya bisa saja, karena yang bersangkutan sudah menghalang-halangi tugas pnyidikan. Sehingga bisa kita kenakan pasal 21. Pun begitu, kita lihat nanti, apakah masih bisa koperatif atau tidak," pungkasnya.
Seperti diketahui, perkara ini memiliki dua item mata anggaran. Untuk Jamkesda kerugian mencapi Rp24. 550.000 dan kerugian Askes mencapai Rp. 874. 850. 000.
Sebelumnya, Kajari Binjai Wilmar Ambarita SH, mengakui kalau kerugian negara ini muncul akibat pihak rumah sakit mengelola anggaran tersebut.
"Untuk Jamkesmas/Askes misalnya, anggaran ini berasal dari APBN. Nah, untuk mencairkannya harus melalui klaim," jelasnya.
Setelah diklaim, lanjut Wilmar, anggaran itu semestinya masuk sebagai kas daerah melalui Dinas Pendapatan Daerah (Dispenda) Binjai.
"Disinilah terjadi temuan itu, karena pihak rumah sakit tidak melakukan hal tersebut. Melainkan mengelola anggaran itu seperti milik mereka sendiri," jelasnya.
begitupun kata Wilmar, jika saja RSU dr Djoelham sudah menjadi Badan Layanan Umum Daerah ( BULD), maka keuangan tersebut dapat mereka kelola.
"Hal ini memang sudah diatur dalam peraturan dan perundang-undangan. Kalau saya tidak silaf, hal ini diatur dalam UU No 44 Tahun 2009 tentang rumah sakit," tegasnya.
Dari dugaan kasus korupsi ini, tambah Wilmar, pihaknya mendapati kerugian negara sebesar Rp900 juta.
"Tapi kerugian ini masih kami hitung secara manual dan masih bisa berubah. Sebab, sejauh ini kita masih menunggu hasil audit BPKP," bebernya.
Sementara itu, UU No 44 Tahun 2009 tentang rumah sakit yang disampaikan Kajari dengan jelas menyebutkan, dengan pola keuangan BLUD, fleksibilitas diberikan kepada rumah sakit pemerintah dalam rangka pelaksanaan anggaran, termasuk pengelolaan pendapatan dan belanja, pengelolaan kas, dan pengadaan barang/jasa. Sehingga pelayanan kesehatan yang diberikan kepada masyarakat terjamin kualitasnya.[rgu]
KOMENTAR ANDA